ADMINISTRASI DAN
SUPERVISI PENDIDIKAN
KURIKULUM, KEUANGAN DAN
HUMAS
DOSEN: WAHDAH,S.Ag,M.Pd
DISUSUN OLEH :
KHAIRUNISA
WIDIASTUTI
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2015
KATA
PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT., yang
Maha memiliki ilmu dan Maha teliti. Segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah
SWT., yang telah melimpahkan
rahmat dan pertolongannya. Shalawat dan salam tidak terlupa bagi baginda Nabi
Muhammad saw.,
keluarga dan umat setelahnya yang berpegang teguh pada Al-qur’an dan sunnahnya.
Terima kasih kepada dosen mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan, ibu Wahdah,S.Ag,M.Pd yang telah membimbing dalam proses perkuliahan. Dengan demikian
tersajilah makalah yang berjudul “Kurikulum, Keuangan dan HUMAS dalam
Pendidikan” ini.
Makalah
ini dibuat sebagai tugas individu dan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi
sebagai satu diantara beberapa item penilaian dalam perkuliahan, disusun
berdasarkan analisa-analisa saya sebagai pemakalah yang mana didukung atas
rujukan-rujukan dari berbagai sumber agar lebih ilmiah. Apabila terjadi
kesalahan dalam makalah ini, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis
kedepan. Wabilahitaufik walhidayah, wassalaamu’alaikum Wr.Wb.
Pontianak, 2015
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan
bukan hanya sekedar menyalurkan pengetahuan dari seorang guru terhadap
muridnya, tetapi lebih dari sekedar itu pendidikan juga merupakan latihan
mengelola dan menata segala hal didalam proses pendidikan itu sendiri. Hal yang
terpenting dalam pendidikan adalah manajemen yang dilakukan dengan baik, baik
itu manajemen administratif maupun manajemen operatif. Salah satu bagian yang
terpenting dalam pengelolaan pendidikan diantaranya adalah program
pengajaran/kurikulum, keuangan dan kerja sama sekolah dengan masyarakat yang
juga merupakan kajian dalam manajemen operatif. Ketiga hal ini penting karna merupakan
penunjang dalam proses kegiatan pendidikan disetiap sekolah di Indonesia.
Segala hal yang berkaitan dengan program pengajaran/kurikulum, keuangan dan
kerja sama sekolah dengan masyarakat memerlukan perhatian yang lebih dari
pihak-pihak pengelola suatu lembaga pendidikan, agar tujuan dan keinginan yang
hendak dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan
terealisasikan dalam lingkungan suatu lembaga pendidikan serta menghasilkan dampak
yang positif bagi sekolah, guru, siswa, dan seluruh personalia yang ada. Untuk
dapat melaksanakan segala kegiatan manajemen operatif dengan baik terutama pada
tiga poin pembahasan yang telah disebutkan sebelumnya, perlu diadakan
pembahasan lebih lanjut yang mana tugas itu akan saya coba untuk
melaksanakannya pada pembahasan makalah saya ini. Sekian dan terima kasih,
selamat membaca.
BAB
II
PEMBAHASAN
A). Program
Pengajaran/Manajemen Kurikulum (Kurikulum)
Kurikulum memiliki arti yang sangat luas,
yaitu mencakup komponen yang lengkap terdiri dari rumusan tujuan pendidikan
suatu lembaga sampai dengan penjabaranya dalam bentuk satuan acara kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan oleh seorang tenaga pengajar sehari-hari.
Definisi kurikulum sesuai dengan UU SISDIKNAS adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan , isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sementara itu, pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
peningkatan iman dan taqwa; peningkatan akhlaq mulia; peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan;
tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
1. Ruang Lingkup
Manajemen Kurikulum
Pada
hakikatnya, ruang lingkup manajemen kurikulum meliputi kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan serta penilaian atau pengendalian.
a). Perencanaan kurikulum dilakukan di
tingkat pusat, di daerah dan di tingkat sekolah. Perencanaan kurikulum di
tingkat pusat meliputi: tujuan pendidikan, bahan (materi) pelajaran yang
dikeluarkan dalam bentuk buku Garis Garis Besar Program Pengajaran, dan struktur program. Perencanaan
kurikulum tingkat daerah dilakukan untuk hal-hal seperti penyusunan kalender, sedangkan perencanaan kurikulum di
sekolah antara lain penyusunan kalender, penyusunan jadwal pelajaran, pembagian
tugas mengajar, penempatan murid di kelas.
b). Pengorganisasian kurikulum adalah
penyusunan bahan pelajaran ke dalam pola atau bentuk tertentu, yang dalam hal
ini terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a). separate subject curiculum, artinya bahan pelajaran diberikan
secara terpisah antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya, antara tema
satu dengan tema yang lainnya;
b). correlated curiculum, artinya bahan-bahan pelajaran
dihubungkan antara satu dengan yang lainnya;
c). integrated
curiculum, artinya
bahan pelajaran disajikan dalam bentuk unit yang merupakan satu kesatuan.
c). Pelaksanaan kurikulum
diklasifikasikan menjadi dua, yakni sistem kelas dan sistem tanpa kelas. Sistem
kelas artinya bahan-bahan pelajaran sudah dikelompokkan dan di urutkan sesuai
tingkatan kelas tertentu. Jadi, sebelum mempelajari bahan yang ada ditingkat
kelas atas, siswa harus dievaluasi kemampuan dan penguasaannya pada bahan
pelajaran dikelas sebelumnya. Sistem tanpa kelas artinya tidak memakai kelas,
hanya memakai program. Jadi, siswa diperbolehkan pindah program dari yang sudah
dikuasai ke program berikutnya.
d). Penilaian atau pengendalian kurikulum diadakan demi
mengevaluasi apakah tujuan pendidikan sudah tercapai dan kegiatan yang
berlangsung sesuai rencana, sehingga dapat ditempuh pembenahan.
Pimpinan sekolah harus sadar bahwa
kurikulum yang ada perlu dipahami benar-benar oleh guru-guru, sehingga mereka
dapat menjabarkannya secara lebih luas dan dapat mengembangkan secara kreatif.
Kurikulum ini kemudian perlu dijabarkan dalam kegiatan pengajaran di sekolah
seperti perencanaan kegiatan pengajaran/pembuatan kalender pendidikan,
penjadwalan, program pengajaran catur wulan/semester/tahunan hingga persiapan
mengajar serta evaluasinya.
2.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum tingkat satuan pendidikan,
sebagai jantung pembelajaran, pengembangannya tidak hanya didasarkan kepada
kehendak kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, melainkan
juga harus memperhatikan tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan di
provinsi, dan tujuan pendidikan lokal (kabupaten/kota). Tujuan-tujuan tersebut yang
merupakan arah untuk dijabarkan menjadi kompetensi dasar dan kompetensi lulusan
peserta didik. Selanjutnya, pendirian peserta didik
sebagai manusia yang berkarakter, berharkat dan bermartabat harus menjadi bahan
pertimbangan pula. Di samping itu, esensi
dan profesionalisme guru sebagai pendidik harus menjadi pemahaman yang
komperhensif dan tepat dalam pengembangan kurikulum.
Oleh karna itu
diperlukan landasan pengembangan kurikulum yang jelas yang menjadi acuan dalam
setiap tindakan yang akan dilaksanakan oleh setiap personalia yang ada disetiap
lembaga pendidikan.
Landasan pengembangan kurikulum tersebut adalah:
1). Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan tersusunnya kurikulum pada tingkat satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu kepada standar
isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
3). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006
Tentang Standar isi.
4). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun
2007 Tentang Standar Kompetensi Kelulusan yang harus dijadikan pondasi
dalam mengembangkan KTSP.
Berdasarkan kepada
empat landasan tersebut ditambah Panduan Penyusunan KTSP dari BSNP, serta
pemahaman terhadap pendirian peserta didik dan esensi dan
tugas profesional guru sebagai pendidik, maka disusun dan dikembangkanlah
menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan.
Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian
pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama
bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Pengembangan kurikulum
disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk:
a.
Belajar untuk bermain dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
b.
Belajar untuk memahami dan menghayatai;
c.
Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif;
d.
Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan
e. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui
proses belajar aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).
3. Hal-hal yang Menunjang Keberhasilan
Pendidikan
Masalah-masalah yang cukup sukar
yang dihadapi pimpinan sekolah dalam bidang kurikuler ini antara lain :
pembagian tugas yang sesuai dengan kemampuan dan minat, pengembangan/pembinaan kemampuan
guru dalam mengajar serta meningkatkan mutu pengajaran. Dikarenakan adanya
kesukaran yang
dihadapi pimpinan
sekolah dalam bidang kurikuler maka
dibutuhkan hal-hal yang menunjang keberhasilan
lembaga pendidikan.
Dalam pelaksanaan
kurikulum untuk menunjang keberhasilan sebuah lembaga pendidikan harus
ditunjang hal-hal sebagai berikut:
1. Tersedianya tenaga pengajar (guru) yang kompeten;
2. Tersedianya fasilitas fisik atau fasilitas belajar yang memadai dan
menyenangkan;
3. Tersedianya fasilitas bantu untuk proses belajar mengajar;
4. Adanya tenaga penunjang pendidikan, seperti tenaga administrasi, pembimbing,
pustakawan;
5. Tersedianya dana yang memadai;
6. Manajemen yang efektif dan efisien;
7. Terpeliharanya budaya yang menunjang, seperti nilai-nilai religius, moral,
kebangsaan dan lain-lain;
8. Kepemimpinan
pendidikan yang visioner, transparan dan akuntabel
4.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan
Dalam Kegiatan Kurikulum
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam kegiatan kurikulum, yaitu:
1. Pengembangan kurikulum tersebut harus
memenuhi kebutuhan siswa;
2. Mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut
kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan
sumber yang ada;
3. Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai
fenomena alamiah di sekolah
Manajemen
yang berhubungan dengan pengajaran/pembinaan kurikulum antara lain:
- Penyusunan/Reviu
KTSP dan silabus
- Penyusunan
kalender pendidikan
- Penyusunan
program tahunan
- Penyusunan
rencana pembelajaran (RPP)
- Pembagian
tugas mengajar dan tugas lain
- Penyusunan
jadwal pelajaran
- Penyusunan
jadwal kegiatan perbaikan
- Penyusunan
jadwal kegiatan ekstrakurikuler
- Penyusunan
progran jadwal kegiatan bimbingan dan penyuluhan
- Pengaturan
pembukaan tahun ajaran baru
- Pelaksanaan
kegiatan pembelajaran
- Pelaksanaan
kegiatan bimbingan dan penyuluhan
- Supervisi
pelaksanaan pembelajaran
- Supervisi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan
B). Keuangan/Manajemen Keuangan
1.
Keuangan Dalam Pendidikan
Layanan
keuangan atau pembiayaan pendidikan merupakan layanan terhadap fungsi-fungsi
keuangan atau pembiayaan. Fungsi keuangan didalamnya memuat perolehan atau
sumber-sumber dana pendidikan dan bagaimana mengalokasikannya. Institusi pendidikan
sebagai organisasi sektor publik tidak bisa mengabaikan layanan keuangan atau
pembiayaan pendidikan ini.
Pengaturan
mengenai pendanaan pendidikan dalam pasal 46, pasal 47, pasal 48, serta pasal
49, undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS disusun berdasarkan
semangat desentralisasi dan otonomi satuan pendidikan dalam perimbangan
pendanaan pendidikan antara pusat dan daerah.
Dalam mengelola
bidang ini (bidang keuangan) pimpinan sekolah harus berhati-hati, jujur dan
terbuka agar tidak timbul kecurigaan baik dari staf maupun dari masyarakat atau
orang tua siswa. Banyak
keperluan sekolah yang harus dibiayai, dan semakin banyaknya program yang direncanakan maka
semakin banyak pula biaya yang diperlukan. Dalam hal ini pimpinan sekolah harus
memiliki daya kreasi yang tinggi untuk mampu menggali dana dari berbagai sumber, meskipun
sebenarnya tanggung jawab pendanaan menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, sebab pemerintah dan pemerintah
daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur
dalam pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Ada juga
beberapa sumber dana yang dapat diperoleh misalnya dari siswa/orang tua,
masyarakat, pemerintah/yayasan, para dermawan, dan lain sebagainya. Sumber-sumber ini hanya bersedia
memberi sumbangan apabila nampak pada mereka adanya program-program yang jelas,
penggunaan yang efektif dan pertanggung jawaban yang baik. Orang tua dan masyarakat adalah
sumber dana yang sangat penting, oleh karena itu hendaknya sekolah terbuka bagi
kontrol masyarakat, agar masyarakat menaruh kepercayaan bahwa uang mereka
benar-benar digunakan secara baik sesuai dengan program yang telah ditetapkan.
2. Peran Keuangan/Manajemen Keuangan dalam Pendidikan
Manajemen
keuangan merupakan salah satu gugusan substansi administrasi pendidikan.
Manajemen keuangan adalah salah satu bidang garapan administrasi pendidikan
yang secara khusus menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan yang dimiliki dan digunakan di sekolah.
Uang
merupakan salah satu sumber daya pendidikan yang dianggap penting. Uang
termasuk sumber daya yang langka dan terbatas. Oleh karena itu, uang perlu
dikelola dengan efektif dan efisien agar membantu pencapaian tujuan pendidikan.
Pendidikan sebagai investasi akan menghasilkan manusia-manusia cerdas yang
berpengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu
bangsa. Organisasi pendidikan dikategorikan sebagai organisasi publik yang
bersifat nirlaba (nonprofit), bukan untuk mencari keuntungan seperti halnya
perusahaan. Oleh karena itu, manajemen keuangannya memiliki keunikan sesuai
dengan misi dan karakteristik pendidikan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan
merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan
pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya
kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama komponen-komponen
lain (Mulyasa, 2011:47).
Manajemen keuangan adalah manajemen terhadap fungsi-fungsi
keuangan. Sedangkan fungsi keuangan merupakan kegiatan utama yang harus
dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu. Fungsi
manajemen keuangan adalah menggunakan dana dan mendapatkan dana (Suad Husnan,
1992:4). Manajemen keuangan adalah kegiatan mengelola dana untuk dimanfaatkan
sesuai kebutuhan secara efektif dan efisien (Rugaiyah, 2011:67).
3. Tugas Manajemen Keuangan
Menurut Jones (1985), tugas manajemen keuangan dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu: financial planning, implementation and evaluation.
Pertama yaitu
financial planning (perencanaan finansial) yang disebut budgeting (penganggaran), merupakan
kegiatan mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran
yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek samping yang
merugikan.
Kedua, implementation
involves accounting (pelaksanaan anggaran) ialah kegiatan berdasarkan
rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan.
Ketiga, evaluation
involves merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran/tujuan yang
diinginkan.
Kerangka kerja manajemen keuangan di
sekolah mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Pembukuan yang cermat dan akurat
b. Pertanggung jawaban yang luwes
c. Pertukaran pengeluaran
d. Kemudahan membelanjakan uang bagi
kepala sekolah, jika
tidak akan menghambat kebebasan sekolah dalam bertransaksi apa yang
dibutuhkannya
e. Kebijakan keuangan
f. Alokasi dana yang tepat
Permasalahan yang terjadi dalam lembaga pendidikan terkait
dengan manajemen keuangan antara lain: sumber dana yang terbatas, pembiayaan program yang
tersendat, tidak mendukung visi, misi dan kebijakan sebagaimana tertulis dalam
rencana strategis lembaga pendidikan. Di satu sisi lembaga pendidikan perlu
dikelola dengan baik (good governance), sehingga menjadi lembaga pendidikan
yang bersih dari berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pendidikan.
Setiap sekolah seyogyanya memiliki rencana strategis untuk
periode waktu tertentu yang didalamnya mencakup visi, misi dan program, serta
sasaran tahunan. Oleh karena itu pembiayaan pendidikan yang terintegrasi dan
komprehensif dengan rencana strategi di sekolah dan diarahkan untuk
ketercapaian tujuan lembaga yang sudah didokumentasikan.
4. Jenis Sumber Pembiayaan
Sekolah
Pada dasarnya sumber pembiayaan untuk sekolah mengenal dua
macam pembiayaan, yaitu: pembiayaan rutin dan pembiayaan pembangunan.
1. Biaya
rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun seperti untuk
gaji pegawai dan biaya operasional. Untuk memperoleh biaya rutin, pimpinan
sekolah harus dapat menyusun anggaran sekolah tiap tahunnya. Pimpinan sekolah
juga harus dapat memotivasi komite sekolah, sekolahnya dan masyarakat setempat
dalam rangka pengumpulan dana yang diperoleh harus dikelola secara efektif
untuk menjamin agar peserta didik memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
2. Biaya
pembangunan, misalnya biaya pembelian atau pengembangan tanah, penambahan
pembangunan gedung, furniture, dan lain-lain.
5.
Peran Kepala Sekolah dalam Manajemen Keuangan
Kepala sekolah harus menguasai betul
apa yang dimiliki dan dibutuhkan oleh tiap bagian. Agar dapat mengalokasikan
dana dengan tepat, perlu mengikutsertakan staf dan para pembantu kepala sekolah
dalam proses penentuan alokasi dana. Penerimaan dana sekolah perlu mendapat perhatian pimpinan
sekolah. Hal ini berkaitan dengan buku catatan penerimaan dana sekolah, kepala
sekolah perlu memahami tentang tujuan diadakannya Buku Catatan Penerimaan Dana
Sekolah, informasi yang harus tercantum dalam setiap penerimaan dan
memberdayakan uang tunai.
Selain itu kepala sekolah perlu memahami praktik-praktik
pemanfaatan jasa perbankan dan jenis-jenis rekeningnya. Dia juga perlu memahami
cara untuk pengamanan dana selama bertransaksi dengan baik, penarikan dana dan
cara mencegah pemalsuan. Kepala sekolah hendaknya benar benar memahami dan
dapat menjelaskan fungsi tujuan manfaat pembukuan kepada staf keuangan.
Hal-hal yang berkaitan dengan ini antara lain:
1) Buku pos (vate book)
Buku pos pada hakekatnya memuat informasi
beberapa dana yang masih tersisa untuk tiap pos anggaran. Buku pos mencatat
peristiwa-peristiwa pembelanjaan uang harian. Dari buku pos kepala sekolah
dengan mudah dapat
melihat apakah sekolah telah berlebih membelanjakan uang. Karena itu,
dianjurkan agar kepala sekolah menyelenggarakan buku tersebut.
2) Faktur
Faktur dapat berupa buku atau lembaran lepas yang dapat
diarsipkan. Faktur berisi rincian tentang: (a) maksud pembelian; (b) tanggal
pembelian; (c) jenis pembelian; (d) rincian barang yang dibeli, (e) jumlah
pembayaran, dan (f) tanda tangan pemberi kuasa (kepala sekolah).
Hal-hal
penting yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Harus ada nomor untuk diagendakan
b) Kwitansi pembelian harus dilampirkan
c) Faktur untuk mempertanggung jawabkan penggunaan uang umum.
3) Buku kas
Mencatat rincian tentang penerimaan dan pengeluaran uang
serta sisa saldo secara harian dan pada hari yang sama, misalnya pembelian
kapur tulis. Dengan demikian kepala sekolah akan segera tahu tentang keluar
masuknya uang pada hari yang sama. Termasuk yang harus dicatat pada buku kas adalah
Cheque yang diterima dan dikeluarkan pada hari itu.
4) Lembar cek
Merupakan alat bukti bahwa pembayaran yang dikeluarkan
adalah sah. Lembar cek dikeluarkan bila menyangkut tagihan atas pelaksanaan suatu
transaksi, misalnya barang yang dipesan sudah dikirimkan dan catatan
transaksinya benar. Orang yang berhak menandatangani lembar cek adalah kepala sekolah atau
petugas keuangan.
5) Jurnal
Sebagai pengawas keuangan kepala sekolah harus membuka buku
jurnal dimana seluruh transaksi keuangan semuanya dicatat.
6) Buku besar
Ada data keuangan berarti informasi dan jurnal hendaknya
dipindahkan ke buku besar atau buku kas
induk pada setiap akhir bulan. Buku besar mencatat kapan terjadinya transaksi
keuangan, keluar masuknya uang pada saat itu dan neraca saldonya.
7) Buku kas pembayaran uang sekolah
Berisi catatan tentang pembayaran uang sekolah siswa menurut
tanggal pembayaran, jumlah dan sisa tunggakan atau kelebihan pembayaran
sebelumnya. Pencatatan untuk tiap pembayaran harus segera dilakukan untuk
menghindari timbulnya masalah karena kwitansi hilang, lupa menyimpan atau karena pekerjaan yang
menjadi bertumpuk.
8) Buku kas piutang
Berisi daftar/catatan orang yang berhutang kepada sekolah menurut jumlah
uang yang berhutang,
tanggal pelunasan, dan sisa hutang yang belum dilunasi. Informasi dalam buku ini harus selalu dalam
keadaan mutakhir untuk melihat jumlah uang milik sekolah yang belum kembali.
6. Tujuan Manajemen Keuangan
Tujuan Manajemen Keuangan adalah
untuk mewujudkan tertib administrasi dan bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan
ketentuan yang sudah digariskan (Sobri Sutikno, 2012:90). Inti dari manajemen
keuangan adalah pencapaian efisiensi dan keefektifan. Oleh karena itu, selain
mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan pembangunan maupun
kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor
akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan, baik yang bersumber
dari pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
C). Hubungan Sekolah dan Masyarakat (HUMAS)
1. HUMAS Sebagai Penunjang Keberhasilan
Pendidikan
Layanan partisipasi masyarakat atau sering juga disebut
hubungan lembaga pendidikan dan masyarakat memperlihatkan upaya bersama-sama
membangun pendidikan. Maisyaroh
(2004:118) mengatakan bahwa hubungan lembaga pendidikan dan masyarakat
adalah suatu proses komunikasi antara lembaga pendidikan dan masyarakat dengan
tujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kebutuhan dan praktek
pendidikan dan pada akhirnya bekerja sama untuk meningkatkan kwalitas
pendidikan dilembaga pendidikan. Manajemen hubungan lembaga pendidikan dan
masyarakat adalah proses mengelola komunikasi tersebut mulai dari kegiatan
perencanaan sampai pada pengendalian terhadap proses dan hasil kegiatannya.
Pengertian diatas memperlihatkan bahwa layanan partisipasi masyarakat bertujuan untuk membangun lembaga pendidikan. Wujud layanan tersebut lebih menekankan pada mengelola komunikasi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat.
Keberhasilan
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan
tersedianya sarana prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan
keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti
mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk
berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
Hubungan sekolah dan masyarakat adalah suatu proses
komunikasi antara sekolah dan masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengertian
anggota masyarakat tentang kebutuhan pendidikan serta mendorong minat dan
kerjasama para anggota masyarakat dalam rangka memperbaiki sekolah (Purwanto,
1995).
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan
suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan
pribadi peserta didik di sekolah (Mulyasa, 2011:50).
Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam
pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang
baik, artinya sejauh mana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan
di sekolah adalah indikator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan.
Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan ini merupakan sesuatu yang esensial
bagi penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989). Tingkat partisipasi masyarakat
dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya memberikan pengaruh yang besar
bagi kemajuan sekolah, kwalitas pelayanan pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya
akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar anak-anak di sekolah.
Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa
siswa dapat belajar banyak karena dirangsang oleh pekerjaan rumah yang
diberikan oleh guru dan akan berhasil dengan baik berkat usaha orang tua mereka
dalam memberikan dukungan.
Di negara-negara maju, sekolah memang dikreasikan oleh
masyarakat, sehingga mutu sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu
mereka upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah
meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina
perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka.
Mengingat keyakinan yang tinggi akan kemampuan sekolah dalam
pembentukan anak-anak mereka dalam membangun masa depan yang baik tersebut
membuat mereka berpartisipasi secara aktif dan optimal mulai dalam perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah.
Dampaknya, mereka selain merasa sebagai
pemilik sekolah juga sebagai penanggung jawab atas keberhasilan sekolah.
Kondisi ini dapat terjadi karena kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang
bersangkutan.
Pentingnya keterlibatan orang tua/masyarakat akan
keberhasilan pendidikan ini telah dibuktikan kebenarannya oleh Richard Wolf
dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat
signifikan (0.80) antara lingkungan keluarga dengan prestasi belajar.
Penelitian lain di Indonesia juga telah membuktikan hal yang sama.
Partisipasi yang tinggi tersebut
nampaknya belum terjadi di negara berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan
Loxley menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian besar keluarga belum
dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan belajar murid,
sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan dalam belajar.
Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orang tua murid belum paham makna mendasar
dari peran mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta menyatakan di
daerah perdesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir
tidak menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya
tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.
2.
Definisi HUMAS Menurut Bernays
Definisi hubungan sekolah dengan masyarakat yang lengkap
diungkapkan oleh Bernays seperti dikutip oleh Suriansyah (2000), yang
menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
- information
given to the public
(memberikan informasi secara jelas dan lengkap kepada masyarakat)
- persuasion
directed at the public, to modify attitude and action (melakukan persuasi kepada
masyarakat dalam rangka merubah sikap dan tindakan yang perlu mereka
lakukan terhadap sekolah)
- effort
to integrated attitudes and action of institution with it’s public and of public with the
institution
(suatu upaya untuk menyatukan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh
sekolah dengan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat secara
timbal balik, yaitu dari sekolah ke masyarakat dan dari masyarakat ke
sekolah.
3. Kegiatan-kegiatan Manajemen HUMAS
Kegiatan-kegiatan manajemen hubungan
sekolah dan masyarakat adalah sebagai berikut.
- Analisis
kebutuhan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah
- Penyusunan
program hubungan sekolah dengan masyarakat
- Pembagian
tugas melaksanakan program hubungan sekolah dengan masyarakat
- Menciptakan
hubungan sekolah dengan orang tua siswa
- Mendorong
orang tua menyediakan lingkungan belajar yang efektif
- Mengadakan
komunikasi dengan tokoh masyarakat
- Mengadakan
kerjasama dengan instansi pemerintah dan swasta
- Mengadakan
kerjasama dengan organisasi sosial keagamaan
- Pemantauan
hubungan sekolah dengan masyarakat
- Penilaian
kinerja hubungan sekolah dengan masyarakat
Ditinjau dari kepentingan sekolah, pengembangan
penyelenggaraan hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk:
(1) memelihara
kelangsungan hidup sekolahan,
(2) meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah yang bersangkutan,
(3) memperlancar
proses belajar mengajar,
(4) memperoleh dukungan dan bantuan dari
masyarakat yang diperlukan dalam pengembangan dan pelaksanaan program sekolah.
Sedangkan jika diitinjau dari kebutuhan masyarakat itu
sendiri, tujuan hubungannya dengan sekolah adalah untuk:
(1)
memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang
mental spiritual,
(2)
memperoleh bantuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh
masyarakat,
(3) menjamin
relevansi program sekolah dengan kebutuhan masyarakat, dan
(4) memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang
makin meningkat kemampuannya.
4. Manfaat HUMAS dalam Pendidikan
Dengan adanya program hubungan masyarakat dalam sebuah
lembaga pendidikan maka akan memberikan manfaat yang banyak sekali antara lain:
a. Terjadi saling pengertian antara
sekolah dan masyarakat, sehingga masyarakat dapat membantu kebutuhan-kebutuhan
sekolah dan begitu pula
sebaliknya.
b. Lewat kegiatan HUMAS para siswa dapat mengetahui kondisi
masyarakat sekitarnya.
c. Dengan adanya kegiatan sekolah dapat
melakukan promosi program dan menarik minat masyarakat untuk menyekolahkan
putra putrinya di sekolah.
d. Terjalinnya ikatan silaturahmi dan hubungan
yang baik antara pihak sekolah dengan pihak masyarakat.
e. Dampak lainnya adalah pembauran siswa/i dan
juga pihak personalia sekolah lainnya kedalam masyarakat yang memungkinkan
terjadinya interaksi yang baik didalam lingkungan tersebut.
5. Membangun HUMAS
Hubungan antara sekolah dengan orang tua murid dapat dilakukan melalui beberapa
hal, antara lain;
(1) mengadakan pertemuan antara pihak sekolah dengan wali
murid,
(2) pihak sekolah mengunjungi orang tua,
(3) pihak sekolah mengirim surat kepada orang tua,
(4) melibatkan orang tua dalam merencanakan kurikulum dan kegiatan ekstrakurikuler.
Hubungan guru dengan masyarakat dapat
dilakukan dengan cara;
(1)
guru dapat menjadi sponsor pada kegiatan yang menguntungkan seperti kegiatan
pengumpulan dana bagi masyarakat yang tertimpa musibah,
(2) ikut berpartisipasi bersama masyarakat untuk mengikuti
kerja bhakti atau membuat perpustakaan keliling,
(3) mengembangkan sebuah kegiatan di
lingkungan sekolah yang dapat diikuti oleh anggota masyarakat, seperti presentasi musik; drama; partisipasi dalam perlombaan
olahraga;
program bekerja sambil belajar dan lain-lain.
Tanpa bantuan dari masyarakat sebuah lembaga pendidikan
tidak dapat berfungsi dengan baik, dan tanpa adanya program yang baik maka sebuah lembaga
pendidikan akan gagal mencapai tujuannya. Karena itu, lembaga pendidikan perlu
memberikan informasi pada masyarakat tentang lembaga tersebut dengan cara yang
baik. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat memperoleh gambaran yang tepat
tentang sekolah yang bersangkutan. Program tentang hubungan antara lembaga pendidikan dengan
masyarakat hendaknya disusun sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan secara
terus menerus yang mencakup aspek kegiatan di dalam lembaga pendidikan secara
keseluruhan.
6. Teknik HUMAS
Ada beberapa teknik dalam hubungan dengan masyarakat didalam lembaga pendidikan antara
lain:
a.
Laporan pada Orangtua
Teknik ini maksudnya adalah pihak sekolah memberikan laporan
pada orangtua murid tentang kemajuan-kemajuan, prestasi dan kelemahan anak
didik pada orangtuanya. Dengan teknik ini, orangtua akan memperoleh penilaian
terhadap hasil pekerjaan anaknya, juga terhadap pekerjaan guru-guru di sekolah.
b.
Majalah dan Surat
Kabar
Sekolah
Majalah sekolah ini diusahakan oleh orang tua dan guru-guru di sekolah, yang diterbitkan setiap satu bulan sekali. Majalah dan surat
kabar sekolah ini dipimpin oleh orang tua dan guru-guru bahkan alumni termasuk pula dalam dewan
redaksi. Isi majalah menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan sekolah, karangan
guru-guru, orang tua
dan peserta didik, pengumuman-pengumuman dan sebagainya.
c.
Pameran Sekolah
Suatu teknik yang efektif untuk memberi informasi tentang hasil kegiatan
dan keadaan sekolah pada masyarakat ialah penyelenggaraan pameran sekolah
dengan membuat atau mengatur hasil pekerjaan peserta didik diluar sekolah atau di
sekolah. Pameran sekolah akan menjadi lebih efektif lagi jika kegiatan-kegiatan
itu disiarkan melalui siaran-siaran pers dan radio di tempat itu, sehingga dapat menarik banyak orang
dalam masyarakat.
d.
Open House
Open house adalah teknik untuk mempersilahkan masyarakat
yang berminat untuk meninjau sekolah serta mengobservasi kegiatan-kegiatan dan
hasil-hasil pekerjaan peserta didik di sekolah yang diadakan pada waktu-waktu
tertentu, misalnya di akhir tahun ajaran.
e.
Kunjungan Orangtua
Peserta
Didik
ke Sekolah
Orangtua diberi kesempatan untuk melihat anak-anak mereka
belajar di dalam kelas, juga untuk melihat kegiatan-kegiatan di laboratorium,
perlengkapan-perlengkapan, gambar-gambar dan sebagainya, sehingga mereka
memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan di sekolah. Setelah itu orangtua diajak berdiskusi dan
mengadakan penilaian.
f.
Kunjungan ke Rumah
Peserta
Didik
kunjungan ke rumah orang tua peserta didik merupakan teknik yang sangat efektif dalam
mengadakan
hubungan dengan orangtua di rumah agar dapat mengetahui latar belakang hidup
anak-anak. Banyak masalah yang dapat dipecahkan dengan teknik ini, antara lain
masalah kesehatan peserta didik, ketidakhadiran, pekerjaan rumah, masalah kurangnya pengertian
orangtua tentang sekolah dan sebagainya.
g.
Laporan Tahunan
Laporan tahunan dibuat oleh kepala sekolah dan diberikan
kepada aparat pendidikan yang berada diatasnya. Laporan ini berisi masalah
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekolah termasuk kurikulum, personalia,
anggaran, biaya dan sebagainya. Selanjutnya aparat tersebut memberikan laporan
pada masyarakat.
h.
Organisasi Perkumpulan
Alumni
Organisasi perkumpulan alumni adalah suatu alat yang sangat
baik untuk dimanfaatkan dalam memelihara serta meningkatkan hubungan antara
sekolah dengan masyarakat. Peserta didik yang telah tamat sekolah biasanya
mempunyai kenangan dan mereka merasa berkewajiban moral untuk membantu
sekolahnya baik berupa materil maupun moril.
i.
Kegiatan Ekstrakurikuler
Apabila ada kegiatan ekstrakurikuler yang sudah dianggap
matang untuk dipertunjukkan kepada orangtua peserta didik dan masyarakat,
seperti sepak bola; drama; pramuka; pecinta alam dan sebagainya, maka
sangat tepat sekali kegiatan itu ditampilkan pada masyarakat. Karena itu, program
ekstrakurikuler hendaknya direncanakan dan diatur agar dapat dimanfaatkan dalam
kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat.
Secara rinci, Leslie W. Kindred menjelaskan bahwa pada
dasarnya teknik hubungan masyarakat dalam lembaga pendidikan itu ada dua, yaitu:
1. Membuat Presentasi Lisan
Kesuksesan administrator sekolah tidak diukur dari
kepintaran mereka mengatur keuangan atau karena mereka memiliki kemampuan
mengelola kurikulum yang baik, namun masyarakat menilai bahwa kesuksesan administrator
sekolah adalah seberapa baik mereka menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan
mereka pada masyarakat (baik
dalam skala kecil maupun besar). Sebab kebanyakan waktu mereka adalah untuk bertemu dengan
orang-orang, sehingga diperlukan kemampuan dan keahlian tersendiri.
2. Menggunakan Alat Komunikasi Radio
Radio adalah alat komunikasi yang
sangat efktif untuk menyampaikan pesan atau informasi tentang sekolah pada
masyarakat,
karena radio merupakan alat komunikasi yang mudah di dapat dan bergerak serta
bisa dibawa kemana-mana. Masyarakat, khususnya orangtua peserta didik yang tidak mendapatkan
informasi melalui surat kabar atau karena tidak hadir dalam pertemuan, mereka
bisa menerima informasi melalui radio.
Menurut Leslie W. Kindred ada beberapa keutamaan radio bagi sekolah, diantaranya dapat memberikan informasi dengan cepat, praktis, bisa di bawa kemana-mana, ringkas dan terjangkau. Teknik-teknik hubungan masyarakat dalam lembaga pendidikan yang diungkapkan oleh pakar diatas sangatlah ideal, apabila teknik-teknik tersebut diatas diterapkan dalam sebuah lembaga pendidikan maka lembaga tersebut akan maju pesat. Namun bila melihat kondisi lembaga pendidikan secara umum belum dapat melakukan semua teknik-teknik hubungan masyarakat seperti yang disebutkan diatas, karena terkendala oleh dana dan sumber daya manusia yang akan menjalankan teknik-teknik tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Program
pengajaran/kurikulum, keuangan dan HUMAS merupakan penunjang yang harus
diperhatikan ketika pendidikan dilangsungkan. Tidak boleh tidak karna ketiganya
merupakan hal yang penting dan bersifat mendukung dalam kegiatan pendidikan
disetiap sekolahan. Tanpa kurikulum, sekolah tidak akan memiliki standar dalam
mengadakan pembelajaran disekolah sehingga pendidikan tidak akan dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Tanpa manajemen keuangan segala urusan dana dan
pembiayaan tidak akan dapat teratasi dengan baik, dan tanpa hubungan dengan
masyarakat suatu sekolah tidak akan dapat berkembang dengan optimal karna
kurangnya dukungan dan tidak adanya partisipasi dari masyarakat termaksuk juga
orangtua murid. Oleh karena itulah ketiga hal ini (Program
pengajaran/kurikulum, keuangan dan HUMAS) sangat penting agar diadakan dan
diterapkan didalam setiap sekolah dan lembaga pendidikan manapun.
DAFTAR PUSTAKA
Aufa Subki,
Nawa.2012.Bidang Garapan Manajemen
Pendidikan, makalah.[Online]. http://nawaaufateknodikunnes.wordpress.com
Synyster Blog,
Nikychoy.2013.Ruang Lingkup Manajemen
Pendidikan.[Online]. sastranikychoysynyster.blogspot.co.id
2010.RUANG LINGKUP MANAJEMEN PENDIDIKAN.[Online].
R-vai.blogspot.co.id
Oela, Lautan
Hati.2013.Operasional Manajemen
Pendidikan.[Online]. uashoim.blogspot.co.id
Pribadi,
Imam.2013.Tujuh Komponen Manajemen
Pendidikan.[Online]. pribadimam.blogspot.co.id
Fathurrohman,M.Pd.I,
Muhammad.2013.Manajemen Hubungan
Masyarakat.[Online]. https://muhfathurrohman.wordpress.com
Triwiyanto,
Teguh. 2014. Pengantar PENDIDIKAN.
Jakarta: Bumi Aksara
A.
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI
INDONESIA
1.Kurikulum 1947 atau disebut Rentjana
Pelajaran 1947
Kurikulum
pertama lahir pada masa kemerdekaan ini memakai istilah bahasa Belanda Leerplan
artinya rencana pelajaran. Istilah ini lebih populer dibanding istilah curriculum
(bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Kurikulum ini sebutan Rentjana Pelajaran 1947, dan baru
dilaksanakan pada 1950. Karena masih
dalam suasana perjuangan, pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka
bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran,
melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian
dan pendidikan jasmani.
Kurikulum yang digunakan di Indonesia pra kemerdekaan
dipengaruhi oleh tatanan sosial politik Indonesia. Pada masa penjajahan
Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang
saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren.
Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan belanda pun bersifat
diskriminatif. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut
(Sanjaya, 2007:207):
a.
Persekolahan anak-anak pribumi untuk
golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa
3 tahun.
b.
Untuk orang timur asing disediakan
sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch
Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun.
c.
Sedangkan untuk orang Belanda
disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School
7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare
Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5
tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Tiga tahun setelah Indonesia merdeka
pemerintah membuat kurikulum “Rencana Pelajaran”. Tahun 1947. Kurikulum ini
bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih pada masa orde baru.
2. Kurikulum 1952,
Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini
merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran
sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Paling menonjol sekaligus ciri
dari Kurikulum 1952 ini, yaitu setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas seorang guru mengajar
satu mata pelajaran.
Ciri dari kurikulum 1952 ini
bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah
khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
Mata Pelajaran yang ada pada Kurikulum 1954 yakni untuk
jenjang Sekolah Rakyat (SD) menurut Rencana Pelajaran 1947 adalah sebagai
berikut
1)
Bahasa Indonesia
2)
Bahasa Daerah
3)
Berhitung
4)
Ilmu Alam
5)
Ilmu Hayat
6)
Ilmu Bumi
7)
Sejarah
8)
Menggambar
9)
Menulis
10)
Seni Suara
11)
Pekerjaan Tangan
12)
Pekerjaan kepurtian
13)
Gerak Badan
14)
Kebersihan dan kesehatan
15)
Didikan budi pekerti
16)
Pendidikan agama
3. Kurikulum 1964,
Rentjana Pendidikan 1964
Pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana Pendidikan 1964.
Ciri-ciri kurikulum ini, pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 adalah bahwa pemerintah
mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD. Kurikulum 1964 juga menitik beratkan pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah
Pancawardhana. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan
dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004),
yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan
jasmani.
Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong
terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida.
Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang
kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum
1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia,
dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.
Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum,
yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).
Mata Pelajaran yang ada pada Kurikulum 1964 adalah:
1)
Pengembangan
Moral
a)
Pendidikan kemasyarakatan
b)
Pendidikan agama/budi pekerti
2)
Perkembangan
kecerdasan
a)
Bahasa Daerah
b)
Bahasa Indonesia
c)
Berhitung
d)
Pengetahuan Alamiah
3)
Pengembangan
emosional atau Artistik
a) Pendidikan kesenian
4)
Pengembangan
keprigelan
a) Pendidikan keprigelan
5)
Pengembangan
jasmani
a) Pendidikan jasmani/Kesehatan
4. Kurikulum 1968
Lahir
pada masa Orde Baru, kurikulum ini bersifat politis dan menggantikan Rentjana
Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Kurikulum ini
bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan
orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni.
Cirinya, muatan
materi pelajaran bersifat teoretis, tidak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik
sehat dan kuat.
Kurikulum 1968 memiliki perubahan struktur kurikulum
pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan
orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Kurikulum 1968 bertujuan agar pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi
pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus. Kurikulum 1968 disebut sebagai kurikulum bulat. Karena kurikulum ini
hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan
dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja
yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
Kurikulum 1968 bersifat correlated
subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai
korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikulum ini
dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yakni:
1) Pembinaan Jiwa Pancasila
a) Pendidikan agama
b) Pendidikan kewarganegaraan
c) Bahasa Indonesia
d) Bahasa Daerah
e) Pendidikan olahraga
2) Pengembangan pengetahuan dasar
a) Berhitung
b) IPA
c) Pendidikan kesenian
d) Pendidikan kesejahteraan keluarga
3) Pembinaan kecakapan khusus
a) pendidikan
kejuruan
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975
menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Mudjito, Direktur
Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan Nasional kala itu, kurikulum ini
lahir karena pengaruh konsep di bidang manajemen MBO (management by
objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan
pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Latar belakang ditetapkanya Kurikulum 1975 sebagai pedoman
pelaksanaan pengajaran di sekolah menurut Menteri Pendidikan Republik Indonesia
Sjarif Thajeb, adalah:
1) Selama Pelita I, yang dimulai pada
tahun 1969, telah banyak timbul gagasan baru tentang pelaksanaan sistem
pendidikan nasional.
2)
Adanya kebijaksanaan pemerintah di
bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam GBHN yang antara lain berbunyi
: “Mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mempercepat lajunya pembangunan.
3) Adanya hasil analisis dan penilaian
pendidikan nasional oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan mendorong
pemerintah untuk meninjau kebijaksanaan pendidikan nasional.
4) Adanya inovasi dalam system
belajar-mengajar yang dianggap lebih efisien dan efektif yang telah memasuki
dunia pendidikan Indonesia.
5) Keluhan masyarakat tentang mutu
lulusan pendidikan untuk meninjau sistem yang kini sedang berlaku.
6) Diperlukan peninjauan terhadap Kurikulum 1968 tersebut agar
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan
prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut.
1) Berorientasi pada tujuan. Pemerintah
merumuskan tujuan-tujuan yang harus dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal
dengan khirarki tujuan pendidikan.
2) Menganut pendekatan integrative
dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang
kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3) Menekankan kepada efisiensi dan
efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4) Menganut pendekatan sistem
instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI).
5)
Dipengaruhi psikologi tingkah laku
dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (Drill).
Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang
keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan dengan stimulus dari
luar, dalam hal ini sekolah dan guru.
Kurikulum
1975 memuat ketentuan dan pedoman yang meliputi unsur-unsur :
1)
Tujuan
institusional.
Berlaku
mulai SD, SMP maupun SMA.Tujuan Institusional adalah tujuan yang hendak dicapai
lembaga dalam melaksanakan program pendidikannya.
2)
Struktur
Program Kurikulum.
Struktur
program adalah kerangka umum program pengajaran yang akan diberikan pada tiap
sekolah.
3)
Garis-Garis
Besar Program Pengajaran
Garis-Garis
Besar Program Pengajaran, memuat hal-hal yang berhubungan dengan program
pengajaran, yaitu.
a) Tujuan Kurikuler, yaitu tujuan yang
harus dicapai setelah mengikuti program pengajaran yang bersangkutan selama
masa pendidikan.
b) Tujuan Instruksional Umum, yaitu
tujuan yang hendak dicapai dalam setiap satuan pelajaran baik dalam satu
semester maupun satu tahun.
c) Pokok bahasan yang harus
dikembangkan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi para siswa agar mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
d)
Urutan penyampaian bahan pelajaran
dari tahun pelajaran satu ke tahun pelajaran berikutnya dan dari semester satu
ke semester berikutnya.
4)
Sistem
Penyajian dengan Pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Sistem
PPSI berpandangan bahwa proses belajar-mengajar sebagai suatu system yang
senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. PPSI sendiri merupakan sistem yang
saling berkaitan dari satu instruksi yang terdiri atas urutan, desain tugas
yang progresif bagi individu dalam belajar (Hamzah B.Uno, 2007). Oemar Hamalik
mendefinisikan PPSI sebagai pedoman yang disusun oleh guru dan berguna untuk
menyusun satuan pelajaran. Komponen PPSI meliputi:
a)
Pedoman perumusan tujuan. Pedoman
perumusan tujuan memberikan petunjuk bagi guru dalam merumuskan tujuan-tujuan
khusus.
b)
b) Pedoman prosedur pengembangan
alat penilaian. Tes yang digunakan dalam PPSI disebut criterion referenced test
yaitu tes yang digunakan unuk mengukur efektifitas program/ pelaksanaan
pengajaran.
c)
Pedoman proses kegiatan belajar
siswa. Pedoman proses kegiatan belajar siswa merupakan petunjuk bagi guru untuk
menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar siswa sesuai dengan bahan pelajaran
yang harus dikuasai dan tujuan khusus instruksional yang harus dicapai oleh
para siswa
d)
Pedoman program kegiatan guru.
Pedoman program kegiatan guru merupakan petunjuk-petunjuk bagi guru untuk
merencanakan program kegiatan bimbingan sehingga para siswa melakukan kegiatan
sesuai dengan rumusan TIK.
e)
Pedoman pelaksanaan program. Pedoman
pelaksanaan program merupakan petunjuk-petunjuk dari program yang telah
disusun.
f)
Pedoman perbaikan atau revisi.
Pedoman perbaikan atau revisi yang merupakan pengembangan program setelah
selesai dilaksanakan.
5)
Sistem
Penilaian
Penilaian
menggunakan PPSI diberikan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan
pelajaran tertentu.
6)
Sistem
Bimbingan dan Penyuluhan
Setiap
siswa memiliki tingkat kecepatan belajar yang tidak sama. Sehingga mereka
memerlukan pengarahan yang akan mengembagkan mereka menjadi manusia yang mampu
meraih masa depan yang lebih baik.
7)
Supervisi
dan Administrasi
Sebagai
suatu lembaga pendidikan memerlukan pengelolaan yang terarah, baik yang
digunakan oleh para guru, administrator sekolah, maupun para pengamat sekolah
menggunakan teknik supervisi dan administrasi sekolah yang dapat dipelajari
pada Pedoman pelaksanaan kurikulum tentang supervise dan administrasi.
Mata Pelajaran dalam Kurikulum tahun 1975 adalah
1)
Pendidikan agama
2)
Pendidikan Moral Pancasila
3)
Bahasa Indonesia
4)
IPS
5)
Matematika
6)
IPA
7)
Olah raga dan kesehatan
8)
Kesenian
9)
Keterampilan khusus
6. Kurikulum 1984
Kurikulum ini
mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
"Kurikulum 1975 disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983
menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari
kurikulum 1975 ke kurikulum 1984, karena suda dianggap tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi .
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya
adalah sebagai berikut.
1) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN
1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2) Terdapat ketidakserasian antara
materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
3) Terdapat kesenjangan antara program
kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
4) Terlalu padatnya isi kurikulum yang
harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai
dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk
Pendidikan Luar Sekolah.
6) Pengadaan program studi baru
(seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Berorientasi kepada tujuan
instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar
kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif.
2) Pendekatan pengajarannya berpusat
pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan
pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara
fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh
pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotor.
3) Materi pelajaran dikemas dengan
nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam
pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
4) Menanamkan pengertian terlebih
dahulu sebelum diberikan latihan. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai
media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5) Materi disajikan berdasarkan tingkat
kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat
kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui
pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan
pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan.
6) Menggunakan pendekatan keterampilan
proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar-mengajar yang memberi
tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikasikan perolehannya.
Kebijakan dalam penyusunan Kurikulum 1984 adalah sebagai
berikut.
1)
Adanya perubahan dalam perangkat
mata pelajaran inti. Kurikulum 1984 memiliki enam belas mata pelajaran inti.
2)
Penambahan mata pelajaran pilihan
yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
3)
Perubahan program jurusan. Kalau
semula pada Kurikulum 1975 terdapat 3 jurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa,
maka dalam Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A dan B. Program A
terdiri dari.
a) A1, penekanan pada mata pelajaran
Fisika
b) A2, penekanan pada mata pelajaran Biologi
c) A3, penekanan pada mata pelajaran
Ekonomi
d) A4, penekanan pada mata pelajaran
Bahasa dan Budaya.
e) B, penekanan keterampilan kejuruan.
Tetapi mengingat program B memerlukan sarana sekolah yang cukup maka program
ini untuk sementara ditiadakan.
4) Pentahapan waktu pelaksanaan
Kurikulum 1984 dilaksanakan secara
bertahap dari kelas I SMA berturut tahun berikutnya di kelas yang lebih tinggi.
7. Kurikulum 1994 dan
Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994
merupakan hasil upaya memadukan kurikulum kurikulum sebelumnya, terutama
Kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum
berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar
siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya
bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Akhirnya,
Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan tersebut.
Pada
kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada
pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang
memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim
Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah.
Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak
kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu
akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Terdapat
ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai
berikut.
1) Pembagian tahapan pelajaran di
sekolah dengan sistem caturwulan. Diharapkan agar siswa memperoleh materi yang
cukup banyak.
2) Pembelajaran di sekolah lebih
menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi
pelajaran/isi)
3) Kurikulum 1994 bersifat populis,
yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum inti untuk semua siswa di
seluruh Indonesia.
4) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru
hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam
belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
5) Dalam pengajaran suatu mata
pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan
perkembangan berpikir siswa, sehingga menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah siswa.
6) Pengajaran dari hal yang konkrit ke
hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang
sederhana ke hal yang komplek.
7) Pengulangan-pengulangan materi yang
dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa
permasalahan, di antaranya sebagai berikut:
1) Beban belajar siswa terlalu berat
karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata
pelajaran.
2) Materi pelajaran dianggap terlalu
sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan
kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Hal
ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum dengan
diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan
dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :
1) Penyempurnaan kurikulum secara terus
menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
2) Penyempurnaan kurikulum dilakukan
untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan
beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan
menengah dilaksanakan bertahap yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan
penyempurnaan jangka panjang.
8. Kurikulum 2004, KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Sebagai pengganti
Kurikulum 1994 adalah Kurikulum 2004 disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur
pokok, yaitu pemilihan kompetensi sesuai, spesifikasi indikator-indikator
evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan
pembelajaran.
KBK memiliki
ciri-ciri sebagai berikut, menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik
secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi diantaranya
UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap
MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan.j pendidikan nasional.
KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses
pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada
tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge,
understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan
aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya.
Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi:
kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki
setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah
menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan
keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan
dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi
terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal
(memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa
Secara umum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Sedangkan Kurkikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan
perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang
harus dicapai pebelajar, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Pusat Kurikulum,
Balitbang Depdiknas, 2002:3).
1)
Kompetensi
Utama
Anderson dan Krathwhol (2001:ii), Kompetensi Utama dapat
dikelompok menjadi 4 (empat) gugus, yaitu:
a)
factual knowledge, menyangkut pengetahuan tentang
fitur-fitur dasar pebelajar dalam disiplin keilmuan dan dapat digunakan dalam
memecahkan masalah. Jenis kompetensi ini, yaitu: pengetahuan tentang
terminologi, dan pengetahuan tentang detil spesifik (specific details) serta
fiturfitur dasar (basic elements).
b)
conceptual knowledge, meliputi kompetensi yang menunjukkan
pemahaman tata hubungan antar fitur dasar dalam suatu struktur yang lebih luas
dan yang memungkinkan berfungsinya fitur-fitur tersebut. Termasuk ke dalam
kompetensi ini adalah, pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori,
pengetahuan tentang prinsi-prinsip kerja dan generalisasinya, serta pengetahuan
tentang teori, model, paradigma dan struktur dasar.
c)
procedural knowledge, meliputi pengetahuan dan pemahaman
bagaimana melakukan sesuatu (technical know how), metode inkuiri, dan
kriteria dalam menggunakan keterampilan, algotima, teknik, dan metode. Termasuk
dalam kompetensi ini, yaitu pengetahuan tentang keterampilan khusus (subject-specific
skills) dan perhitungan-perhitungan (algorithm), pengetahuan tentang
teknik dan metode khusus (subject-specific techniques and methods), serta
pengetahuan tentang kriteria penggunaan sebuah prosedur yang tepat.
d)
metacognitive knowledge. merupakan kompetensi yang
menyangkut tentang pengetahuan terhadap kognisi secara umum dan kesadaran serta
memahami kognisi diri sendiri. Kompetensi ini meliputi 3 hal, yaitu:
pengetahuan strategis, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk
pengetahuan tentang kontekstualitas dan kondisi khusus, dan pengetahuan tentang
diri sendiri.
Ke-empat gugus kompetensi utama tersebut perlu dijembatani
dengan lima unsur pokok yang diamanatkan dalam Kepmen 045/U/2002, yaitu:
Pengembangan kepribadian (MK), pengembangan keahlian dan keterampilan (MKK),
pengemabngan keahlian berkarya (MKB), pengembangan perilaku berkarya (PPB), dan
pengembangan berkehidupan bermasyarakat (PBB).
Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah.
1) KBK yang dikedepankan Penguasaan
materi Hasil dan kompetenasi Paradigma pembelajaran versi UNESCO: learning
to know,learning to do, learning to live together, dan learning to be.
2) Silabus ditentukan secara seragam,
peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenagan
guru.
3) Jumlah jam pelajaran 40 jam per
minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi.
4) Metode pembelajaran Keterampilan
proses dengan melahirkan metode pembelajaran PAKEM dan CTL.
5) Sistem penilaian Lebih menitik
beratkan pada aspek kognitif, penilaian memadukan keseimbangan kognitif,
psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas.
6) KBK memiliki empat komponen, yaitu
kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan
belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS).
9. Kurikulum 2006, KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum ini pada
dasarnya sama dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi
sistem pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri
silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan
dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat dinamakan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah
sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran
2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan
Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh
BSNP.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi
bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi
merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
memuat:
1)
Kerangka dasar dan struktur
kurikulum,
2)
Beban belajar,
3)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan
yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
4)
Kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk
seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam
peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI
dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari
komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan
kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau
Departemen Pendidikan Nasional. Dengan demikian diharapkan KTSP yang disusun
akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan
kebutuhan masyarakat.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan
yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya
model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
1)
Tujuan
diadakannya KTSP
a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan
memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga
sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan
keputusan bersama.
c) Meningkatkan kompetisi yang sehat
antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
KTSP perlu diterapkan pada satuan pendidikan berkaitan
dengan tujuh hal berikut :
a)
Sekolah lebih mengetahui kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
b)
Sekolah lebih mengetahui kebutuhan
lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan.
c)
Pengambilan keputusan lebih baik
dilakukan oleh sekolah karena sekolah sendiri yang paling tahu yang terbaik
bagi sekolah tersebut.
d)
Keterlibatan warga sekolah dan
masyarakat dalam pengembangan kurikulum dapat menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat.
e)
Sekolah dapat bertanggung jawab
tentang mutu pendidikannya masing-masing.
f)
Sekolah dapat melakukan persaingan
yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam meningkatkan mutu pendidikan.
g)
Sekolah dapat merespon aspirasi
masyarakatdan lingkungan yang berubah secara cepat serta mengakomodasikannya
dengan KTSP.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas
nomor 22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah
sebagai berikut.
a) Berpusat pada potensi, perkembangan,
serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
b) Beragam dan terpadu.
c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
d) Relevan dengan kebutuhan.
e) Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan kebutuhan hidup dan dunia
kerja.
f)
Menyeluruh dan berkesinambungan.
g) Belajar sepanjang hayat,
h) Seimbang antara kepentingan global,
nasional, dan lokal.
2)
Komponen
KTSP
Secara garis besar, KTSP memiliki enam komponen penting
sebagai berikut.
a)
Visi dan misi satuan pendidikan
Visi
merupakan suatu pandangan atau wawasan yang merupakan representasi dari apa
yang diyakini dan diharapkan dalam suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada
masa yang akan datang.
b)
Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan untuk pendidikan menengah adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c)
Kalender pendidikan
Kalender
pendidikan untuk pengembang kurikulum jam belajar efektif untuk pembentukan
kompetensi peserta didik, dan menyesuaikan dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik.
d)
Struktur muatan KTSP
Struktur
muatan KTSP terdiri atas :
· Mata pelajaran
· Muatan lokal
· Kegiatan pengembangan diri
· Pengaturan beban belajar
· Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan
· Pendidikan kecakapan hidup
· Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
e)
Silabus
Silabus
merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema
tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan
oleh setiap satuan pendidikan.
f)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan
manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.
10. Kurikulum 2013
Kurikulum ini adalah
pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu
aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam
Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang
dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada
di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan
adalah materi Matematika.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen,
proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan
pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar
Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan
pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan
kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana
tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang
berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan
kehidupan bangsa di masa mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1)
Manusia
berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah;
2)
Manusia
terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
3)
Warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah
satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan
dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta
didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh
karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang
sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik
kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1) Isi atau konten kurikulum adalah
kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan
dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2) Kompetensi Inti (KI) merupakan
gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta
didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan
kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di kelas
tertentu.
4) Penekanan kompetensi ranah sikap,
keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu
satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata
pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
5) Kompetensi Inti menjadi unsur
organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang
berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau “content-based
curriculum”.
6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan
didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata
pelajaran.
7) Proses pembelajaran didasarkan pada
upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan
karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat
tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan
penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan
penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses
pendidikan yang tidak langsung.
8) Penilaian hasil belajar mencakup
seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan
pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat
memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).
Pengembangan
kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1) Kurikulum satuan pendidikan atau
jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran.
2) Standar kompetensi lulusan
ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program
pendidikan.
3) Model kurikulum berbasis kompetensi
ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan
berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata
pelajaran.
4) Kurikulum didasarkan pada prinsip
bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
dirumuskan dalam kurikulum berbentuk
Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery
learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
5) Kurikulum dikembangkan dengan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam
kemampuan dan minat.
6) Kurikulum berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya.
7) Kurikulum harus tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.
8) Kurikulum harus relevan dengan
kebutuhan kehidupan..
9) Kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
10) Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
11) Penilaian hasil belajar ditujukan
untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:
1)
Pelaksanaan
kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
-
Juli 2013:
Kelas I, IV, VII, dan X
-
Juli 2014:
Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
-
Juli 2015:
kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII
2)
Pelatihan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015
3)
Pengembangan
buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014
4)
Pengembangan
manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah
(budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari –
Desember 2013
5)
Pendampingan
dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah
implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016
11. Kurikulum 2015
Kurikulum tahun
2015 ini ternyata masih dalam tahap penyempurnaan dari kurikulum 2013. Namun
Ujian Nasional yang digelar pada tahun 2015 ternyata menggunakan Kurikulum 2006
yaitu KTSP. Karena, untuk saat ini siswa yang sekolahnya sudah menggunakan
Kurikulum 2013 baru melaksanakan tiga semester.
Pada tahun 2015
Kurikulum KTSP diterapkan kembali setelah Kurikulum 2013 dihentikan (bagi yang
baru menjalankan 1 semester pada tahun pelajaran 2014/2015) dengan alasan
Kurikulum 2013 akan dievaluasi kembali, dicari kekurangannya lalu diperbaiki
kekurangannya agar lebih sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar