Selasa, 28 Desember 2021

HAK AZASI MANUSIA

HAK AZASI MANUSIA DALAM MEMPEROLEH PENDIDIKAN

KHAIRUNISA WIDIASTUTI



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peran yang sangat urgen untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dan menjadi cermin kepribadian masyarakatnya. Dalam konteks ini Mohammad Noer Syam dalam bukunya Filsafat Pendidikan, mengemukakan bahwa : Hubungan masyarakat dengan pendidikan menampakkan hubungan korelasi positif. Artinya, pendidikan yang maju dan modern akan menghasilkan masyarakat yang maju dan modern pula. Sebaliknya pendidikan yang maju dan modern hanya ditemukan dan diselenggarakan oleh masyarakat maju dan modern. Memang bangsa yang maju selalu diawali dengan keberhasilan dibidang pendidikannya, sebab pendidikanlah yang mencetak sumber daya manusia (SDM) yang pada prinsipnya sebagai penggerak roda pemerintahan. Tetapi bagaimana dengan keadaan pendidikan diIndonesia saat ini ?. Dengan tidak meratanya pendidikan dikalangan seluruh anak-anak yang ada diIndonesia, bagaimana mungkin negara Indonesia akan menjadi negara maju yang memiliki sistem pemerintahan yang baik, bagaimana bisa negara Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi, bagaimana bisa negara Indinesia mengalahkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, dan Perancis yang merupakan negara-negara maju karna keberhasilan di bidang pendidikannya.   

Urgennya pendidikan bagi suatu bangsa, menggugah pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu kebijaksanaan yang dituangkan dalam Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 27 Maret 1989. Tujuan ideal yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia lewat proses dan sistem pendidikan nasional itu ialah : “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Untuk mewujudkan keinginan yang tercantum dalam undang-undang tersebut, maka pemerintah harus berusaha meratakan pendidikan kepada seluruh anak-anak diIndonesia dan menjamin kebutuhan pendidikan anak-anak yang memiliki keterbatasan dalam memperoleh pendidikan agar negara Indonesia ini tidak semakin tertinggal oleh negara-negara yang lain, khususnya dalam bidang pendidikan. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan kebutuhan spiritual dan juga moral seluruh rakyat Indonesia dengan mengupayakan terlaksananya pendidikan umum dan pendidikan agama secara seimbang. Oleh karna itu, pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu untuk diingatkan kembali mengenai tugas dan tanggung jawab pemerintah dan negara dalam memberikan pendidikan yang layak bagi seluruh warga negara Indonesia, karna hal tersebut merupakan hak azasi mereka yang tidak boleh dikesampingkan. 

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat disimpulkan dari paparan kata pengantar diatas adalah :

1.                  Apa saja faktor penyebab Warga Negara Indonesia belum mendapatkan hak pendidikan yang layak secara merata ?

2.                  Apa saja kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak pendidikan warga negara Indonesia ?

3.                  Bgaimana cara menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendidikan umum di Indonesia ?

 

C.     Tujuan Penulisan 

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat dipaparkan beberapa tujuan penulisan, yaitu :

1.                  Menjelaskan permasalahan yang menjadi faktor penyebab Warga Negara Indonesia belum mendapatkan hak pendidikan yang layak secara merata

2.                  Menjelaskan tentang kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak pendidikan warga negara Indonesia sesuai dengan apa yang tertuang dalam UUD 1945

3.         Memaparkan beberapa cara menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendidikan umum di Indonesia ?

D.  Manfaat penulisan

Mengingatkan masyarakat tentang hak memperoleh pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia secara merata, dan menegaskan tentang kewajiban negara dalam memberikan pendidikan yang layak bagi seluruh warga negara Indonesia (baik pendidikan umum maupun pendidikan agama)

E.     Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah melalui pengumpulan bahan materi dari beberapa buku referensi dan internet yang berkaitan dengan materi yang dibahas.

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

A.    Faktor Penyebab Pendidikan Nasional Yang Tidak Merata

 

1.      Hakikat Pendidikan

Mengkaji hakikat pendidikan akan memberikan landasan yang kuat terhadap praktik pendidikan dalam upaya memanusiakan manusia. Hakikat pendidikan menjadikan arah pendidikan menjadi kokoh dan kuat untuk memuliakan manusia. Upaya dalam praktik pendidikan perlu mendasarkan diri pada hakikat pendidikan sebagai tiang penyangganya. Manusia mendapatkan pengetahuan melalui sumber-sumber yang tersedia untuk memperolehnya. Sumber pengetahuan tersebut dapat dibedakan menjadi : (1) rasionalisme yang bersumber dari ide, apriori, solipsistik, subjektif, dan deduktif ; (2) empirisme yang bersumber dari fakta , objektif, generalisasi dan induktif ; (3) intuisi yang bersumber pada gejala tiba-tiba, personal, dan tak bisa diramalkan ; (4) wahyu merupakan petunjuk tuhan dan mutlak ; selain itu terdapat sumber pengetahuan berikutnya : (5) metode ilmiah, yaitu pengetahuan yang bersumber dari sifat ilmu ilmiah yang berjalan dari ragu ke percaya. Kajian teorinya bersifat logika deduktif , logika matematik, dan koheren. Kajian empiris mengacu pada logika induktif, generalisasi , logika statistik, dan korespondensi. Hakikat pendidikan dapat dilacak melalui dua metode, yaitu dengan mempelajari teori dan tokoh-tokohnya atau dengan melacaknya berdasarkan urutan-urutan sejarah pendidikan. Kalau metode pertama adalah upaya yang memberikan uraian secara tersusun tentang dasar, tujuan, lingkungan pendidikan, tokoh-tokohnya, dan segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan itu. Untuk memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yaitu kata paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie bermakna pendidikan, sedangkan Paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Oleh karena itu, Pedagogik (pedagogics) atau ilmu mendidik adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan  (Sukardjo dan Komarudin, 2010:7). Sementara itu, pemahaman akan hakikat pendidikan akan menyebabkan kita memahami peran, mendudukkannya, dan menilai pendidikan secara proporsional.

Pendidikan sering diterjemahkan orang dengan paedagogie. Pada zaman yunani kuno, seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan, pelayan tersebut biasa disebut paedagogos (penuntun anak), disebut demikian karena disamping mengantar dan menjemput juga berfungsi sebagai pengasuh anak tersebut dalam rumah tangga orang tuanya , sedangkan gurunya sendiri  yang mengajar pada yunani kuno disebut governor. Governor sebagai guru tidak mengajar secara klasikal seperti sekarang, melainkan individual. (Muhadjir,2000:20).

Definisi sempit, yaitu pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Sementara itu definisi luas terbatas, yaitu pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang berlangsung disekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal, dan informal disekolah, diluar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi kemampuan-kemampuan individu agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

Karna sifatnya yang kompleks dalam istilah pendidikan, oleh Tirtaraharja dan Sulo (2005:33) dikemukakan beberapa batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya. Batasan tersebut antara lain: (1) pendidikan sebagai transformasi budaya; (2) pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi; (3) pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara ; dan (4) pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi pendidikan. Pendidikan adalah usaha menarik sesuatu didalam manusia sebagai upaya memberikan pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal dan informal disekolah dan luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi kemampuan-kemampuan individu agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

1.1  Faktor Penyebab Belum Meratanya Pendidikan Nasional

            Didalam sistem Pendidikan yang ada dalam pemerintahan Indonesia ini banyak sekali dijumpai berbagai macam permasalahan yang menghambat proses pendidikan sehingga mengakibatkan begitu banyak ketumpang tindihan yang harus diselesaikan dalam dunia pendidikan oleh pemerintah dan masyarakat, agar semua warga Negara dapat menikmati pendidikan secara merata di kalangan semua masyarakat.

            Dalam pembahasan ini akan di bahas permasalahan yang ada didunia pendidikan, agar kita bisa menemukan cara atau solusi agar pendidikan dapat dinikmati semua kalangan. Diantara permasalahan itu antara lain :

            a.    Dana pendidikan yang dirasa membebani masyarakat.

            Dalam dunia pendidikan, terdapat banyak instansi-instansi yang bukan berbadan pemerintah atau dalam kata lain mereka berbadan yayasan sehingga biaya pendidikan dalam badan yayasan ini dirasa sangat mahal dan membebani masyarakat. Sehingga persaingan dalam mencari sekolah atau lembaga pendidikan yang berbadan Negeri (bukan swasta) menjadi semakin ketat sehingga banyak peserta didik yang dalam artian hanya yang memiliki kecerdasan lebih lah yang mampu memenangkan persaingan tersebut. Lalu bagaimanakah nasib mereka yang hanya memiliki pengetahuan/kecerdasan dibawah rata-rata? Apakah mereka tidak boleh mendapatkan pendidikan seperti mereka yang cerdas ? , lalu bagaimana nasib mereka selanjutnya jika mereka tidak memiliki biaya untuk belajar disekolah-sekolah negeri?

            b.     Dana APBN dan BOS yang tidak jelas arahnya (KKN).

            Dana APBN dan BOS yang begitu banyak diberikan Pemerintah untuk mengembangkan pendidikan bagi mereka yang kurang mampu dan juga untuk mensubsidi biaya pendidikan yang dirasa terlalu mahal ternyata jika ditelusuri sampai akhir terdapat keganjilan terhadap arah penggunaan dana tersebut. Ternyata begitu banyak penyalahgunaan dana tersebut yang tidak lain tidak bukan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan. Begitu mirisnya nasib bangsa ini, bangsa yang menginginkan agar penduduknya bisa maju ternyata terdapat kalangan yang mencoba menghambat tujuan tersebut yang begitu mengejutkannya itu dilakukan oleh orang dalam sendiri atau lembaga atau pejabat-pejabat yang ada dalam Pemerintahan Indonesia itu sendiri.

            c.     Daerah pelosok yang sulit dijangkau ( Kondisi Geografis).

            Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dipisahkan oleh lautan dan samudra. Dari pulau-pulau itu terdapat kurang lebihnya 100 pulau terpencil yang didalamnya terdapat berbagai macam suku yang mereka mendiami suatu tempat yang sulit dijangkau oleh orang lain. Dengan begitu mereka yang berada didalamnya juga belum tentu bisa merasakan apa itu yang dinamakan dengan pendidikan. Apakah mereka yang termasuk suku pedalaman tidak boleh mendapat pendidikan seperti mereka yang berada di kota-kota? .

            d.    Tenaga pendidik yang belum loyal.

            Yang dimaksud dengan tenaga pendidik yang belum loyal adalah begitu banyaknya tenaga pendidik (guru) di Negara Indonesia ini tetapi mereka masih belum bisa menunjukkan kualitas mereka sebagai guru yang baik, maksudnya adalah guru-guru ini banyak yang menyebar diperkotaan namun begitu sedikit yang mau mengabdi di daerah pedalaman sehingga mereka yang berada dipedalaman yang menginginkan pendidikan tidak bisa menikmatnya karena tidak tersedianya tenaga pendidik atau guru yang mau mengabdi sampai didaerah-daerah pedalaman. Kalaupun ada, itu hanya sedikit sekali sehingga sangat sulit dijumpai sekolah atau pun lembaga pendidikan didaerah-daerah terpencil. Salah satu yang melatar belakangi para guru untuk mengabdi dan mengajar di daerah-daerah pedalaman dan terpencil adalah tidak adanya fasilitas lebih atau semacam tunjangan tambahan yang diberikan kepada mereka yang mengajar didaearah-daerah pedalaman tersebut, sehingga para guru tidak terdorong memiliki keinginan mengajar dan mengabdi di daerah pedalaman dan terpencil. Akhirnya, jadilah warga negara Indonesia yang berada didaerah terpencil tersebut korban ketidak adilan pemerintah yang tidak memenuhi tanggung jawabnya meratakan pengetahuan bangsa Indonesia melalui pendidikan yang layak yang merupakan hak azasi mereka sebagai masyarakat yang berpendidikan.

e.   Kurang optimalnya pelaksanaan sistem pendidikan (yang sebenarnya sudah cukup baik) di Indonesia yang disebabkan sulitnya menyediakan guru-guru berkompetensi untuk mengajar di daerah-daerah.

Sebenarnya kurikulum Indonesia tidak kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi pelaksanaannya masih jauh dari optimal. Kurang sadarnya masyarakat mengenai betapa pentingnya pendidikan dalam membentuk generasi mendatang sehingga profesi ini tidak begitu dihargai. Sistem pendidikan yang sering berganti-ganti bukanlah masalah utama, yang menjadi masalah utama adalah pelaksanaan di lapangan yang kurang optimal. Terbatasnya fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan yang belajar. Hal ini terkait terbatasnya dana pendidikan yang disediakan oleh pemerintah atau mungkin sebenarnya dana yang disiapkan oleh pemerintah sudah cukup tetapi tidak diketahui bermuara kemana sebagian dana yang lainnya.

Banyak sekali kegiatan yang dilakukan depdiknas untuk meningkatkan kompetensi guru, tetapi tindak lanjut yang tidak membuahkan hasil dari kegiatan semacam penataran dan sosialisasi jadi terkesan yang penting kegiatan itu terlaksana tanpa memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh. Jika kondisi semacam itu tidak diubah dan dibenahi, kecil harapan pendidikan bisa lebih maju/baik. Maka dari itulah pendidikan Indonesia sulit untuk maju. Selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yang berkualitas mesti bermodal/berbiaya besar, tapi oleh pemerintah itu tidak ditanggapi. Kita lihat saja anggaran pendidikan dalam APBN itu, padahal semua tahu bahwa pendidikan akan membaik jika gurunya berkompetensi dan cukup dana untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran.

Dari sekian permasalahan yang telah dijabarkan tadi telah di ketahui bahwa permasalahan yang dihadapi bangsa ini dalam menyalurkan hak warga negara supaya mendapat pendidikan yang layak sangatlah kompleks. Sehingga bukan hanya tugas pemerintah ataupun negara dalam mencari solusinya tetapi kita semua lah yang menjadi warga Negara yang harus ikut serta mencari solusi dan berusaha semaksimal mungkin berperan aktif dalam dunia pendidikan.


2.      Kewajiban Pemerintah Terhadap Hak Warga Negara Indonesia dalam Memperoleh Pendidikan

Hak untuk memperoleh pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia telah disebutkan dan ditegaskan dalam UUD 1945, dan telah disebutkan pula didalam UUD 1945 tentang kewajiban pemerintah untuk mewujudkan hak tersebut. Hak untuk mendapatkan pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam BAB XA tentang Hak Asasi Manusia. Dan juga merupakan salah satu hak dasar warga negara (citizen’s right)  pada BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan dalam UUD 1945 setelah amandemen. Pasal 28C ayat (1) menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.” Hak-hak dasar itu adalah akibat logis dari dasar negara Pancasila yang dianut oleh bangsa Indonesia. Pasal 31 ayat (1) diatas segera diikuti oleh pasal 31 ayat (2) yang menyatakan “Setiap warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Selanjutnya Pasal 31 ayat (3) menyatakan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

Dalam semangat UUD 1945 pendidikan diarahkan bagi rakyat keseluruhan dengan perhatian utama pada rakyat yang tidak mampu agar setiap warga dapat mengembangkan dirinya sebaik-baiknya yang pada gilirannya merupakan pilar bagi perwujudan masyarakat yang adil dan sejahtera. Jika ketentuan UUD 1945 itu dicermati maka  mengikuti pendidikan adalah hak asasi bagi setiap orang dan bagi warga negara Indonesia, mengikuti pendidikan dasar adalah kewajiban. Menghalangi dan atau melarang anak Indonesia bersekolah adalah perbuatan melanggar hukum tertinggi (UUD 1945) dan ada sanksinya. Sejalan dengan  itu UUD 1945 mewajibkan pemerintah untuk membiayai kegiatan pendidikan, yaitu sedikit-dikitnya 20% dari APBN dan dari masing-masing APBD propinsi dan kabupaten kota (Pasal 31 ayat (4) UUD 1945).

Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak tidak memperhatikan hak orang lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara atau dengan kata lain dapat menimbulkan kasus-kasus pelanggaran HAM. Kasus-kasus pelanggaran HAM bisa saja terjadi di berbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali di bidang pendididikan. Dalam menjadi manusia khususnya menjadi warga negara Indonesia kita tidak bisa lepas dari dua hal yaitu kewajiban dan hak kita sebagai warga negara yang baik. Kewajiban yang harus kita laksanakan sebagai warga negara yang baik diantaranya ikut mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pemukaan UUD 1945 alenia 4. Dan sebagai warga negara Indonesia setelah kita melaksanakan kewajiban kita yaitu diantaranya mendapat kesejahteraan hidup, mendapat perlindungan negara, dan masih banyak lagi. Namun diantara hak-hak yang kita peroleh tadi ada satu hak yang sangat penting bagi kita sebagai warga negara untuk bekal dalam menyongsong hidup zaman era globalisasi ini. Hak yang paling penting itu adalah Pendidikan, mendapatkan pendidikan yang layak sebagai warga negara adalah hal yang sangat utama dalam menjalani hidup terutama dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di era globalisasi ini.

Dalam hidup ini setiap manusia membutuhkan apa yang dinamakan dengan Ilmu, dengan Ilmu tadi setiap manusia dapat berkembang menjadi apa yang ia inginkan, menjadi seperti apa yang ia cita-cita kan, dan mampu bersaing dengan manusia lain dalam berbagai aspek kehidupan. Nah, ilmu tadi hanya dapat diperoleh melalui Pendidikan terutama dalam pendidikan formal atau biasa disebut dengan sekolah. Di sekolah-sekolah diajarkan mengenai berbagai tatanan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek kehidupan. Diantara tujuan (visi) sekolah salah satunya yaitu mencerdaskan bangsa Indonesia seperti yang tertuang dalam UUD 1945 dan sebagai pelaksanaan pembangunan bangsa yang berkarakter kuat dan cerdas hingga mampu bersaing dengan bangsa lain yang lebih maju. Itulah sebabnya kenapa pemerintah perlu untuk memperhatikan hak setiap warga negaranya dalam memperoleh pendidikan yang layak, adalah supaya dapat mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia secara keseluruhan, dan agar bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa-bangsa negara lain yang lebih maju, dan agar bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang mandiri yang tidak terus menerus berketergantungan dengan negara-negara lain yang menyebabkan negara Indonesia banyak memiliki hutang budi sehingga dipandang remeh oleh banyak negara didunia. Hanya karna pendidikan yang tidak merata ditanah air ini sehingga menyebabkan tidak seluruh warga Indonesia berkesempatan untuk mencerdaskan dirinya melalui pendidikan dan pembelajaran yang layak dan sesuai ketentuan negara. Sudah sepatutnya pemerintah mulai bertanggung jawab untuk memperhatikan atas pengadaan pendidikan bagi seluru rakyatnya jika tidak ingin bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang tertinngal yang terus berada jauh dibelakang negara-negara lainnya.

3.      Upaya Menyeimbangkan Pendidikan Umum dan Pendidikan Agama di Indonesia

Pendidikan secara kultural umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi dan tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bermaksud mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya, terutama dalam bentuk transfer of knoeledge dan transfer of  values.

Dalam konteks ini secara jelas juga menjadi sasaran jangkauan pendidikan Islam, karena bagaimanapun pendidikan Islam merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, sekalipun dalam kehidupan bangsa Indonesia tampak sekali terbedakan eksistensinya secara struktural. Tapi secara kuat ia telah berusaha untuk mengambil peran yang kompetitif dalam setting sosiologis bangsa, walaupun tetap saja tidak mampu menyamai pendidikan umum yang ada dengan otonomi dan dukungan yang lebih luas, dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara nyata. Sebagai pendidikan yang berlebel agama, maka pendidikan Islam memiliki transmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses pengajarannya dibanding dengan pendidikan umum, sekalipun lembaga ini juga memiliki muatan yang serupa. Kejelasannya terletak pada keinginan pendidikan Islam untuk mengembangkan keseluruhan aspek dalam diri anak didik secara berimbang (baik aspek intelektual, imajinasi dan keilmiahan, kultural serta kepribadian). Karena itulah pendidikan Islam memiliki beban yang multi paradigma, sebab berusaha memadukan unsur profan dan imanen, dimana dengan pemaduan ini akan membuka kemungkinan terwujudnya tujuan inti pendidikan Islam yaitu melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya saling menunjang.

Realitas membuktikan bahwa pendidikan agama (Islam) dan pendidikan umum selama ini sering diberikan batasan pengertian sebagai berikut : (1)Pendidikan agama yaitu penyelenggaraan pendidikan yang memberikan materi atau mata pelajaran agama, sedang pendidikan umum yaitu penyelenggaraan pendidikan yang memberikan materi atau mata pelajaran umum. (2)Pendidikan agama sebagai lembaga pendidikan pada madrasah seperti MI, MTs, MA, MAK atau sejenisnya, sedangkan pendidikan umum sebagai lembaga pendidikan umum seperti SD, SMP, SMA, SMK dan sejenisnya. Kenyataan tersebut semakin tampak dengan keberadaan departemen yang membina, yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) untuk lembaga pendidikan umum, dan Departemen Agama (Depag) untuk lembaga pendidikan agama atau madrasah dan sejenisnya.

Pada saat ini juga umat manusia tengah menghadapi perkembangan kebudayaan modern yang menyangkut pertumbuhan dahsyat dengan landasan modernisme barat yang bersifat pragmatik serta perkembangan dan pertumbuhan budaya yang memperbesar kekuasaan terhadap alam dan manusia. Oleh karenanya, filsafat dan stuktur pendidikan ala barat disusun dan dirancang sesuai dengan pandangan hidup tersebut. Modernisme dan modernisasi antara lain berarti mengesahkan penolakan manusia terhadap nilai-nilai ketuhanan dan menggantinya dengan norma teknokratik yang sekaligus mengagungkan individualisme mempersempit peranan hati nurani dan akal. Dalam hal ini, akal dan hati nurani digunakan hanya sebagai sarana atau alat pencapaian tujuan yang telah dirancang oleh sistem pertumbuhan dan kekuasaan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku dan pasar produksi. Bangsa-bangsa yang merupakan pemilik sah atas kekayaan dunia itu meniru gaya hidup orang barat yang mewah, dan oleh karenanya mereka menjadi konsumen yang melahap benda-benda pemuas hawa nafsu yang tidak produktif untuk penyebaran kesejahteraan diantara mereka. Sementara itu, penguasaan tekhnologi yang berjumlah 30% dari penduduk dunia menguasai 82%  produk dunia dan membelanjakan 25% dari jumlah dana  untuk pembuatan persenjataan. Penanaman kebutuhan asing yang diprasaranai oleh perombakan pola pikir , epistemologi ilmu, metodologi ilmiah, dan aplikasi tekhnologinya mengubah pola prilaku bangsa Indonesia pada khususnya.

Mereka jadi asing dari dirinya sendiri , dari teman-temannya, dari lingkungannya, dari sejarahnya, dari kebudayaannya dan dari masa depannya sendiri. Dalam hal ini bangsa Indonesia tengah mengalami pembauran budaya, kebingungan dan frustasi yang berujung pada situasi hampa nilai (anomi). Mereka mengira bahwa dirinya memiliki nilai yang tinggi, padahal dalam kehidupan nyata sehari-hari mereka dipaksa untuk melandaskan dan menerapkan nilai-nilai barat (maupun timur) dan materialistik.

Pendidikan, sementara melaksanakan fungsinya sebagai penggali dan pengawet budaya yang tinggi diharapkan mampu menemukan dan mengembangkannya untuk kepentingan  kesejahteraan bangsa dan umat manusia (fisik material dan ideal spiritual) untuk masa kini dan masa datang (prognostik dan futuristik). Sementara itu, pada abad ke-20 ini kita melihat dan mengalami keterlantaran, disfungsionalisasi, dan tidak adanya keutuhan (disintegratedness) dalam segi nilai dan spiritualnya; masa bodoh, bahkan menolak nilai-nilai transendental yang dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak dapat dibuktikan serta bersifat spekulatif.

Cara atau alat paling efektif dan efisien untuk mewujudkan tujuan pendidikan umum dan spiritual/agama yang seimbang adalah melalui pengajaran (yang dipadukan). Pengajaran ialah poros membuat jadi terpelajar, sedangkan pendidikan ialah membuat orang jadi terdidik. Maka pengajaran agama seharusnya mencapai tujuan pendidikan agama.  Tujuan umum pendidikan islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasioanal negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan umum tersebut tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan,  dan keyakinan akan kebenarannya melalui proses pendidikan (formal, informal, maupun nonformal) yang merata diseluh tanah air Indinesia, sebab dalam kenyataan yang ada saat ini anak-anak terlantar yang tidak pernah menerima pendidikan senantiasa berbeda dari anak-anak yang telah mendapat pendidikan.

 

Didalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional  Nomor 2 tahun 1989, kerancuan mengenai persoalan pendidikan umum dan pendidikan nilai-nilai spiritual/agama diluruskan dengan penegasan batasan sebagai berikut :

1.      Pada pasal 11 butir 2 disebutkan ; pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususkan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan.

2.      Pada pasal 11 butir 6 dinyatakan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.

3.      Pada pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis , jalur dan jenjang wajib memuat : Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sementara itu pada ayat 3 lebih dipertegas lagi, bahwa pendidikan agama merupakan salah satu isi kurikulum pendidikan dasar sebagai bahan kajian dan  pelajaran dari 13 bahan kajian dan pelajaran yang ditetapkan.

Dari beberapa  uraian tersebut terlihat jelas bagaimana posisi pendidikan agama disekolah umum, dimana pendidikan agama merupakan salah satu dari 3 mata pelajaran wajib yang diajarkan pada sekolah-sekolah. Dalam peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 1 disebutkan ; Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 tahun, diselenggarakan selama 6  tahun disekolah dasar (SD) dan 3 tahun di SMP atau satuan pendidikan yang sederajat. Sedangkan pada pasal 3 ayat 3 disebutkan : SD dan SLTP yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masaing disebut Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Dengan memperhatikan beberapa pasal tersebut, tampaknya memberikan gambaran yang jelas bagi kita tentang posisi pendidikan agama dan umum yang selama ini terkesan terpisah, kini lebih menyatu, dimana sebagai isi kurikulum, pendidikan agama menjadi muatan pokok disamping pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Begitu juga sebagai satuan pendidikan , Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah termasuk jenis pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.



BAB III

ANALISIS-SINTESIS

Dari begitu banyak permasalahan yang muncul saya akan mencoba menawarkan beberapa solusi untuk menangani hal tersebut. Karena permasalahan tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah ataupun Negara tetapi semua elemen masyarakat yang ada didalamnya. Dalam pembahasan kali ini saya akan memberikan sedikit solusi untuk memecahkan masalah dalam dunia pendidikan yang telah disebutkan diatas tadi :

                  A.    Penambahan Kuota Dana Subsidi Pendidikan.       

     B.    Perlunya diadakan suatu sistem pendidikan yang menjunjung tinggi kejujuran.                                           C.     Tanamkan Jiwa Pengabdian demi Bangsa.

                   D.    Loyalitas tanpa batas.

                  E.     Menyediakan Tenaga Pendidik yang berkompeten.

      Mengenai tanggung jawab pemerintah terhadap pemenuhan hak warga negara dalam memperoleh pendidikan sesuai dengan yang telah diatur dalam UUD 1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28C ayat 1, BAB XIII tentang pendidikan dan kebudayaan Pasal 31 ayat 1, dan Pasal 31 ayat 2, serta Pasal 31 ayat 3 maka pemerintah perlu mengoptimalkan segala usaha yang telah dijalankan selama ini agar diperoleh terbangunnya sistem pendidikan yang unggul diIndonesia karna pada dasarnya sistem pendidikan diIndonesia ini sudah cukup baik, dan agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pendidikan secara merata maka perlu diadakan koreksi ulang terhadap pengelolaan pendidikan saat ini agar dapat diketahui letak kesalahan dalam pelaksanaan pendidikan diIndonesia. Pemerintah dan pejabat serta aparat lain pun harus bekerja sama dalam mengamankan penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam pendidikan yang sedang berjalan sehingga tidak muncul para perusak yang akan mengacaukan struktur dan sistem pendidikan yang telah direncanakan dengan baik.

      Tentang pengadaan pendidikan agama dan umun secara seimbang pun kiranya sudah cukup jelas oleh paparan diatas, bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan menggabungkan antara pendidikan umum dengan pendidikan agama, justru hal itu akan sangat baik dalam membentuk pribadi bangsa yang mempunyai intelektual tinggi yang didukung oleh kesadaran moral dan spiritual/agama yang tinggi pula. Sehingga selain kecerdasan juga dapat membekali bangsa ini dengan akhlaq dan budi pekerti yang baik. Untuk itu pemerintah hanya harus mengupayakan agar disetiap sekolah (bukan hanya sekolahan yang berlatar agama saja) dimasukkan unsur moral dan spiritual dalam setiap bidang studi/mata pelajaran yang diajarkan dengan menyesuaikan kadarnya sesuai dengan kebutuhan serta situasi dan kondisi yang sedang berlangsung .

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dalam menjadi warga Negara Indonesia kita semua (tanpa pandang bulu dan tanpa membeda-bedakan satu dan yang lainnya) mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, karena hal tersebut adalah tujuan bangsa Indonesia yang telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke 4, dengan tujuan agar tercipta manusia-manusia cerdas yang siap memajukan bangsa ini. Maka pendidikan adalah hak setiap warga Negara tanpa pandang bulu (BAB XIII Pasal 31 Ayat 1) membedakan apakah dia kaya atau miskin, apakah dia dari jawa atau papua, apakah dia bodoh atau pintar, karena setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan BAB XA pasal 28 C ayat 1, juga wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (memprioritaskan anggaran sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta APBD/ BAB XIII Pasal 31 Ayat 2 dan 4). Dalam pelaksanaan pendidikan diperlukan adanya peran serta kita semua sebagai elemen masyarakat dan pemerintah agar terlaksananya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat dimanapun mereka berada. Para guru yang sudah sertifikasi seharusnya mau ditempatkan dimanapun juga walau daerah terpencil sekalipun karna guru yang menolak untuk mengajar didaerah pedalaman akan semakin mempersulit permasalahan pendidikan di Indonesia karna menimbulkan pendidikan yang tidak merata dikalangan seluruh bangsa Indonesia dan memperluas kebodohan dikalangan bangsa ini, apakah kita rela menyaksikan bangsa Indonesia terus dijajah oleh kebodohan yang diakibatkan oleh kelalaian dalam memberikan hak pendidikan bagi masing-masing warga negara ini? . Sudah semestinya kita sebagai warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan untuk membantu sesama manusia, untuk mempermudah saudara-saudara kita yang lain dalam memperoleh pengetahuan umum dan pengetahuan agama yang seimbang. Solusi apapun yang dapat kita sumbangkan untuk memecahkan masalah pendidikan, selayaknya kita tuangkan solusi tersebut agar dapat membantu memecahkan berbagai masalah pendidikan di Indonesia ini.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Hasbullah, (1996), Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers

Triwiyanto, Teguh, (2014), Pengantar Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

Daratjad, Zakiyah, dkk. (1996), Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Feisal, Jusuf Amir, (1995), Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press

 

Sumber Lain :

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 Alenia 4

Undang-undang Dasar 1945 Bab X A Pasal 28 C Ayat 1

Undang-undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat 1

Undang-undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat 2

Undang-undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat 3

 

 

 

 

 

 

  By Khairunisa Widiastuti Pontianak, 23 Oktober 2021 (07.37 WIB)   Dilarang Fanatik   Kepercayaanku pada kata-kata ‘alim dan ‘ula...