Jumat, 14 Juli 2017

Firqah Khawarij



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak islam lahir sampai kepada masa kekhalifahan Usman bin Affan merupakan satu kesatuan politik dan wilayah yang jelas dibawah seorang kepala negara, atau khalifah yang sekaligus sebagai imam. Tetapi dengan peristiwa tahkim (yang terjadi pada saat perang siffin) yang demikian berarti dunia islam telah terpecah menjadi dua wilayah dan kekhalifahan: imam Ali ditimur- semenanjung Arab, Irak dan Persia, dan Mu’awiyah dibagian barat- meliputi Syam(Suria) dan Mesir. Sudah tentu hal ini membawa terpecahnya umat Islam yang berakibat jauh dalam sejarah.

Pertentangan dalam pengikut-pengikut Imam Ali (pada saat memutuskan untuk menerima tahkim atau tidak menerimanya) ini telah melahirkan dua golongan yang saling berlawanan. Satu golongan setuju dengan keputusan tahkim dan golongan yang lain menentang persetujuan itu dan menuduh lawan mereka kafir. Dari peristiwa itu kemudian lahir dua golongan dari rahim yang sama: satu golongan yang tetap setia pada Imam Ali, dan mereka ini yang kemudian dikenal dengan nama syi’ah(golongan,pengikut setia), dan satu lagi golongan yang membangkang dan mengkafirkan siapa saja yang menyetujui tahkim, dan mereka ini dikenal dengan nama khawarij.

Kata Syi’ah pada waktu itu sudah tentu bukan dalam pengertian istilah teknis seperti pengertian yang timbul kemudian walaupun ini menjadi cikal bakalnya. Lahirnya dua golongan yang saling berlawanan itu karna tahkim, satu golongan yang pro Ali dan membelanya mati-matian, kemudian disebut syi’at Ali, pengikut Ali yang setia, atau syi’ah saja, dan golongan yang menentang Ali mati-matian. Mereka keluar dari barisan Ali, dan kemudian menjadi golongan khawarij, yang umumnya menganut garis keras yang dengan mudah membunuh siapa saja yang tidak sehaluan dengan mereka. Pengikut-pengikut Imam Ali dari kalangan garis keras ini menyalahkan Imam Ali yang menunjuk Abu Musa al-Asy’ari dan sangat menyesalkan keputusan Imam sebelum itu mau menerima tahkim. Menurut mereka, seharusnya Imam Ali memaksa mereka agar kembali kepada keadilan dan kebenaran, bukan sebaliknya malah mengikuti perbuatan salah.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khawarij

Kata “al-khawarij” berasal dari kata kerja kharaja, harfiah berarti keluar, kharaja ‘alaa, “memberontak kepada”, yang umumnya berarti memberontak kepada imam, pemimpin, kepala negara atau pemerintahan(baik itu dimasa para sahabat, masa al-khulafa’ ar-rasyidun, masa tabi’in, atau masa imam zaman manapun). Al-Khawarij sudah merupakan istilah dan nama dari sebuah kelompok yang memberontak kepada Imam Ali. Al-Khawarij punya beberapa nama lagi, seperti Al-Haruuriiyah, Al-Muhakkimah, Al-Gulaat, An-Nawaasib, dan sekian banyak lagi nama lainnya. Sumber lain mengatakan bahwa kata khawarij menurut bahasa merupakan jamak dari kharajii, secara harfiah berarti orang-orang yang keluar, mengungsi atau mengasingkan diri. Istilah ini bersifat umum yang mencakup semua aliran dalam Islam yang memisahkan diri atau keluar dari jama’ah umat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syahrastani: “Tiap yang memberontak kepada imam yang benar yang disepakati oleh jama’ah dinamakan khawarij”. Secara historis khawarij merupakan “orang-orang yang keluar dari barisan Ali”. Awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Namun pada perkembangan selanjutnya mereka juga adalah kelompok yang tidak mengakui kepemimpinan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

B.     Sejarah Berdirinya Kelompok Khawarij

Seperti sudah umum diketahui, bahwa setelah khalifah Usman terbunuh, Mu’awiyah(gubernur suria ketika itu) melancarkan tuntutan pembalasan atas kematian itu, dengan latar belakang pertentangan religio-politik sekitar soal kekhalifahan, yang berlanjut sampai terjadinya pertempuran sengit di Siffin (657 M).Kelompok ini(khawarij) lahir pada waktu proses arbitrasi. Peperangan Siffin, pada hari pertempuran terakhirnya menjurus ke kejayaan imam Ali. Mu’awiyah dalam musyawarahnya dengan ‘Amr ibn ul-‘Ash menyadarai suatu taktik jitu. Ia sadar bahwa seluruh usahanya sia-sia dan bahwa ia berada ditepi jurang kekalahan.

Ia melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dirinya kecuali dengan menciptakan kerancuan, lalu ia perintahkan agar Al-Qur’an diangkat diujung tombak dan supaya kitab suci itu dipergunakan untuk arbitrasi antara kedua belah pihak. Pihak Ali tetap bertempur terus, lalu ada sebagian pengikut Ali yang meminta kepadanya agar mau menerima tahkim. Akhirnya imam Ali menerima tahkim dengan rasa terpaksa. Kemudian diperoleh kesepakatan masing-masing kubu mengangkat seorang hakim. Mu’awiyah memilih ‘Amr ibn ul-‘Ash. Semula Ali sendiri bermaksud memilih ‘Abdullah bin Abbas, tetapi orang-orang khawarij ini menghendaki Abu Musa Al-Asy’ari. Tahkim berlangsung dengan berkesudahan turunnya imam Ali dari kekhalifahan dan tetapnya Mu’awiyah, yang berarti kemenangan baginya.

 

 Melihat kejadian ini, orang-orang khawarij yang awalnya menyetujui adanya tahkim beralih pendirian, merasa dikecewakan sekali, mereka membencinya(imam Ali) karna dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, mau menerima tahkim yang mengecewakan, sebagaimana mereka juga membenci Mu’awiyah karna telah melawan imam Ali (khalifah yang sah).tahkim dianggap sebagai dosa besar, bukan mencari penyelesaian umat. Mereka menyatakan konfrontasinya dengan pihak Mu’awiyah. Mereka menuntut agar sayidina Ali mau mengakui kesalahannya, karna mau menerima tahkim. Mereka berpendapat bahwa orang-orang yang menyetujui keputusan tahkim dihukumi kafir, sebagaimana orang-orang khawarij sendiri juga menjadi kafir, hanya saja mereka segera bertaubat. Bila sayidina Ali mau bertaubat, maka mereka mau bersedia lagi bergabung dengannya untuk menghadapi Mu’awiyah. Tetapi bila beliau tidak bersedia bertaubat, maka orang-orang khawarij menyatakan perang terhadapnya, sekaligus juga menyatakan perang terhadap Mu’awiyah. Mereka yakin bahwa tahkim itu mengingkari Al-Qur’an, mereka ini kemudian “keluar”(kharajuu) dari barisan imam Ali, dan karna demikian mereka mendapat sebutan “khawaarij”, yang berarti “orang-orang yang memberontak”(kepada Ali). Semboyan mereka adalah “laa hukma illaa lillaah”(tidak ada hukum kecuali dari Allah SWT). Bila ada pihak dari imam Ali yang berpidato, mereka akan mengganggunya dan membuat kehebohan dengan berteriak-teriak “laa hukma illaa lillaah”(tidak ada hukum kecuali dari Allah SWT).

Demikian pula apabila pihak Mu’awiyah berpidato, mereka sengaja mengganggunya dan membikin keonaran dengan berteriak-teriak “laa hukma illaa lillaah”(tidak ada hukum kecuali dari Allah SWT). Kaum khawarij kadang-kadang menamai diri mereka dengan “kaum syurah” (orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk kepentingan keridhaan Allah SWT), mereka mendasarkannya pada ayat 207 dalam surah Al-Baqarah: “Dan diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya karna mencari keridhaan Allah SWT., maha penyantun kepada hamba-hambanya”(QS.Al-Baqarah: 207). Jumlah mereka sekitar 12.000 orang, mula-mula bermarkas di harura’, dekat kufah. Gerakan khawarij berpusat di dua tempat, satu markas di Bathaih yang menguasai dan mengontrol kaum khawarij yang berada di Persia dan sekeliling Irak. Tokoh-tokohnya ialah Nafi’ bin Azraq dan Qathar bin Faja’ah. Lainnya bermarkas di Arab daratan yang menguasai kaum khawarij yang berada di Yaman, Hadlramaut dan Thaif. Tokoh-tokohnya adalah Abu Thaluf, Najdat bin ‘Ami dan Abu Fudaika.Sampai sekarang, khawarij masih terdapat di Tripoli Barat, Aljazair, Pulau Zanzibar dan Oman di Jazirah Arab, dengan jumlah seluruhnya hanya sekitar 25.000 orang saja.

C.     Sebab-sebab Berdirinya Kelompok Khawarij

a). Perseteruan Sekitar Masalah Khilafah

Kemungkinan ini merupakan sebab yang paling kuat dalam kemunculan khawarij dan pemberontakan mereka, karna mereka memiliki pandangan yang khusus dan keras dalam hal ini, sehingga menganggap penguasa yang ada pada waktu itu tidak berhak menjadi khalifah bagi kaum muslimin. Ditambah lagi dengan keadaan politik yang tidak menentu yang membuat mereka berani untuk memberontak terhadap para penguasa, apalagi mereka menganggap bahwa perselisihan antara Ali dan Mu’awiyah adalah perselisihan memperebutkan kursi kekhalifahan.

b). Permasalahan Tahkim

inipun menjadi sebab yang kuat dari pemberontakan dan kemunculan khawarij. Karna mereka mengkafirkan Ali lantaran keridhaan beliau dalam hal ini.

c). Fanatisme Kesukuan

Ini merupakan salah satu dari sebab-sebab munculnya khawarij. Fanatisme kesukuan ini telah hilang pada zaman Rasulullah SAW., dan Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian muncul kembali pada zaman pemerintahan Usman bin Affan dan yang setelahnya. Pada masa Usman bin Affan fanatisme tersebut mendapat kesempatan untuk berkembang karna terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan-jabatan penting dalam kekhalifahan sehingga Usman di tuduh mengadakan gerakan nepotisme dengan mengangkat banyak dari keluarganya untuk menjabat pada jabatan-jabatan strategis di pemerintahannya. Hal inilah yang dijadikan hujjah oleh mereka untuk mengadakan kudeta terhadapnya.

d). Faktor Ekonomi

Hal ini dapat dilihat dari kisah Dzul Khuwaishirah bersama Rasulullah SAW., dan kudeta berdarahnya mereka terhadap Usman bin Affan. Ketika mereka merampas dan merampok harta baitul maal langsung setelah membunuh Usman, demikian juga dendam mereka terhadap Ali dalam perang jamal. Ketika Ali melarang mereka mengambil wanita dan anak-anak sebagai budak rampasan hasil perang sebagaimana perkataan mereka terhadap Ali: “Awal yang membuat kami dendam padamu adalah ketika kami berperang bersamamu dihari peperangan jamal dan pasukan jamal kalah, engkau memperbolehkan kami mengambil apa yang kami temukan dari harta benda dan engkau mencegah kami dari mengambil wanita-wanita mereka”.

D.    Hasil Pemikiran Tokoh-tokoh Khawarij

a). Persoalan Khalifah

Mereka mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar ibn Khaththaab sebagai khalifah yang benar, karna mereka berkeyakinan bahwa keduanya telah dipilih dengan benar dan bahwa mereka tidak menyimpang dari kepentingan terbaik dan tidak melakukan hal yang bertentangan dengan tujuan terbaik ini. Mereka memang juga mengakui pemilihan Ali dan Utsman sebagai benar.

Tetapi kata mereka, menjelang akhir tahun keenam dari kekhalifahannya, Utsman menyimpang dan mengabaikan kepentingan pokok kaum muslimin. Karna itu ia harus dimakzulkan dari jabatan kekhalifahan, tetapi karna ia bertahan terus dengan jabatan itu maka ia dibunuh sebagai seorang kafir dan pembunuhannya adalah kewajiban agama. Mengenai Ali karna ia membenarkan arbitrasi dan tidak segera bertaubat, maka ia dibunuh sebagai orang kafir dan membunuhnya juga adalah kewajiban agama. Jadi mereka menolak kekhalifahan Utsman setelah tahun ketujuhnya, dan kekhalifahanAli setelah arbitrasi. Mereka berpendapat bahwa pemerintahan harus dipilih melalui pemilihan bebas dan bahwa orang yang pantas menduduki jabatan ini adalah yang memiliki kelayakan dalam iman dan keshalehan, baik ia berasal dari suku Quraisy atau bukan, dari suku terpandang dan masyhur atau dari suku sepele dan terbelakang, Arab atau Ajam.

b). Persoalan Dosa

Dosa, yang ada hanyalah dosa besar saja. Tidak ada pembagian dosa besar dan dosa kecil. Semua pendurhakaan terhadap Allah SWT., adalah berakibat dosa besar. Latar belakang khawarij menetapkan dosa itu hanya satu macamnya(yaitu dosa besar), agar dengan demikian orang islam yang tidak sejalan dengan pendiriannya dapat diperangi dan dapat dirampas harta bendanya, dengan dalih mereka berdosa dan setiap yang berdosa adalah kafir.

c). Persoalan Fatwa Kafir

Mereka memandang Ali, Utsman, Mu’awiyah, dan para prajurit yang terlibat dalam perang jamal serta mereka yang membenarkan arbitrasi sebagai kafir, kecuali mereka yang meskipun menyokong arbitrasi tetapi bertobat setelah itu. Mereka mengkafirkan siapa saja yang tidak percaya akan kekafiran Ali, Utsman, Mu’awiyah, para prajurit yang terlibat dalam perang jamal dan mereka yang menerima dan membenarkan arbitrase.

d). Persoalan Iman

Mereka menganggap bahwa iman itu bukan hanya i’tikad saja/iman itu bukan hanya sekedar membenarkan dalam hati dan ikrar lisan saja, tetapi amal ibadah juga menjadi bagian dari iman. Pandangan khawarij sangat radikal dan sempit, mereka beranggapan bahwa seseorang tidak dikatakan sebagai mu’min kecuali orang-orang yang terpelihara dari dosa besar.

Mereka juga beranggapan bahwa barang siapa yang tidak mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya, maka orang tersebut telah menjadi kafir.

E.     Tokoh-tokoh Khawarij

Urwah bin Hudair, Mustarid bin Sa’ad, Hausarah Al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nafi’ bin Al-Azraq, ‘Abdullah bin Basyir, Qathar bin Faja’ah, Abu Thaluf, Najdat bin ‘Ami, Abu Fudaika.

F.      Aliran-aliran Dalam Kelompok Khawarij

1). Al-Muhakhimatul Ula

2). Al-Azariqah

3). An-Najdat

4). Ash-Shufriyyah

5). Al-‘Ajariyyah

6). Al-Khazamiyyah

7). Asy-Syuaibiyyah

8). Al-Khalfiyyah

9). Al Ma’lumiyyah Wal Majhuliyyah

10). Ash-Sholtiyyah

11). Al-Hamziyyah

12). Ats-Tsa’badiyyah

13). Al-Ma’badiyyah

14). Al-Akhnasiyyah

15). Asy-Syaibiniyyah

16). Ar-Rasyidiyyah

17). Al-Mukramiyyah

18). Al-Ibadliyyah

19). Al-Hafshiyyah

20). Al-Haritsiyyah

21). Asy-Syabibiyah

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Firqah Khawarij sekalipun asal mula gerakannya adalah masalah politik semata-mata, namun kemudian berkembang menjadi corak keagamaan. Mereka berwatak keras, tanpa perhitungan taktik strategi, tanpa berfikir panjang atas kekuatan yang ada padanya sendiri dan kekuatan yang ada pada pihak  lawan . hal ini merupakan pencerminan tabiat orang Arab Badui yang mudah emosi.Firqah

DAFTAR PUSTAKA

 

A.Nasir,Drs.H.Sahilun.Pengantar Ilmu Kalam: Rajawali Pers.

Muthahhari, Murtadha. 2005. Ali bin Abi Thalib ,Kekuatan dan Kesempurnaannya.Bandung: Penerbit Marja .

Audah, Ali.2008. Ali bin Abi Talib Sampai Kepada Hasan dan Husain. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  By Khairunisa Widiastuti Pontianak, 23 Oktober 2021 (07.37 WIB)   Dilarang Fanatik   Kepercayaanku pada kata-kata ‘alim dan ‘ula...